Books
“PRINCESS ACADEMY”
Judul Asli : PRINCESS ACADEMY
[
book 1 of PRINCESS ACADEMY Series ]
by Shannon Hale
Copyright © 2005 by
Shannon Hale
Penerbit Atria
Alih Bahasa : Santi
Paramitta & Berliani M. Nugrahani
Editor : Ferry Halim
Lay-out : Aniza
Cetakan
I : Juni 2009 ; 362 hlm ; ISBN 978-979-1411-12-7
Rate : 3.5 of 5
Di lereng Gunung Eskel,
ada sebuah desa kecil yang seluruh penghuni merupakan pekerja tambang batu
Linder, dan disana juga Miri tinggal bersama Pa dan kakaknya Marda. Miri tak
pernah mengenal ibunya, yang meninggal seminggu setelah melahirkan Miri. Namun
gadis ini tak pernah kehilangan kasih sayang keluarga meski hanya bertiga.
Walau ada satu hal yang menjadi ganjalan di hati Miri, larangan Pa terhadap
Miri untuk mendekati dan bekerja di pertambangan, sebagaimana semua penghuni
desanya, mulai dewasa hingga anak-anak usia delapan tahun, akan membanting
tulang bekerja di pertambangan batu Linder.
Miri sadar, tubuhnya
termasuk kecil untuk ukuran gadis seusianya. Bahkan kini di usia 14 tahun,
mereka yang tak mengenal dirinya, akan mengira Miri baru berusia 10-12 tahun. Meski bertubuh kecil, Miri cukup kuat
dan memiliki kecerdasan serta keberanian yang besar, yang acapkali dianggap
sebagai tingkah laku pemberontakan anak-anak remaja. Dengan bersikap riang,
Miri menutupi kekecewaan dan perasaan dikucilkan, karena hanya dirinya yang
berada di rumah, di saat semua orang yang memiliki tenaga, berjuang menambang
batu Linder. Miri selalu berharap dan bermimpi, suatu saat kelak, kehidupannya
akan berubah ... dan suatu hari, hal itu terwujud dalam bentuk yang sama sekali
tak pernah ia bayangkan.
Kedatangan utusan kerajaan
Danland, membawa berita sang pangeran akan memilih calon pengantin dari
gadis-gadis yang ada di Gunung Eskel. Desa yang kecil dan terpencil ini,
bukanlah pilihan utama untuk menemukan calon Ratu, namun para pendeta kerajaan
telah melakukan ramalan, dan semua petunjuk mengarah pada kawasan Gunung Eskel.
Maka diperintah semuan gadis dari usia 12 tahun hingga 17 tahun, wajib memasuki
akademi yang dipersiapkan bagi calon puteri selama setahun penuh, sebelum sang
Pangeran datang dan memilih langsung calon pengantinnya. Tanpa memperdulikan
protes warga desa, karena kepergian para gadis berarti berpengaruh pada
pekerjaan di tambang yang juga mengandalkan tenaga mereka, para serdadu
kerajaan datang ‘menjemput’ gadis-gadis desa gunung Eskel.
Disinilah kesulitan dan
hambatan baru dialami oleh Miri. Terbiasa dengan dukungan dan kasih sayang
keluarganya, kini mendapati kenalan serta sosok yang dianggapnya teman, bisa
berbalik menjadi musuh dalam selimut, terutama saat mereka berebut posisi untuk
mendapatkan gelar Putri Akademi yang akan menanti kedatangan sang Pangeran. Kawan
menjadi lawan, dan orang yang awalnya tak disukai ternyata bisa menjadi teman
baik. Ibarat pepatah mengatakan, untuk menilai sifat dan karakter manusia,
jangan perhatikan saat dalam kondisi baik, melainkan saat menghadapi masalah
dan kesulitan yang menakutkan. Namun Miri memiliki ketegaran untuk menempuh
jalannya sendiri. Walaupun ia sedih sekaligus sakit hati akibat perlakuan
teman-temannya, hingga ia dikucilkan dari pergaulan.
Miri justru terpacu untuk
menghabiskan waktu melatih dirinya membaca setiap hari, setiap saat. Ketekunan
dan keuletannya membuahkan hasil kala secara perlahan namun pasti, ia meraih
prestasi dan menunjukkan perkembangan yang cukup pesat dibandingkan teman-temannya.
Bahkan Miri mulai menemukan ‘talenta’ tersembunyi di dalam dirinya, sebuah
kemampuan yang telah lama ia idam-idamkan : berbicara dengan bahasa ‘tambang’
melalui lagu dan ketukan irama dalam benaknya, menyampaikan pesan kepada
orang-orang tertentu tanpa sepengetahuan pihak lain. Dan menjelang hari yang
dinantikan oleh para gadis Akademi Putri, sang pangeran datang untuk menemui
calon-calon yang terlah terdidik, dan ada salah satu gadis yang akan terpilih
sebagai calon permaisuri ahli waris kerajaan. Siapakah gerangan yang akan
terpilih ?
Kisah ini dimulai dengan
penjabaran suasana kehidupan penduduk desa yang unik serta menarik. Dengan
latar belakang pegunungan yang sunyi dan terpencil, terasa sekali keindahan
alam liar nan keras yang dituturkan melalui pemikiran sosok gadis bernama Miri.
Meskipun kehidupan keluarga serta masyarakat desa tersebut bisa dikatakan
sangat jauh dari berkecukupan, Miri menerima berbagai tantangan kehidupan serta
tanggung jawab yang cukup berat demi membantu keluarganya mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Bahkan saat ia ditempatkan pada situasi yang bisa dikatakan lebih
nyaman dan ‘mewah’ di Akademi (dibandingkan kehidupan pribadinya), pada
akhirnya ia justru menyadari ‘keinginan’ terbesar dalam dirinya, bukanlah
sesuatu yang berhubungan dengan harta benda, materi serta kekuasaan.
Pesan-pesan moral yang
tersampaikan sepanjang kisah ini sangatlah kuat. Dengan gaya penuturan khas
penulis, yang pernah kudapati melalui karya lainnya ‘The Goose Girl’ ...
membutuhkan sedikit konsetrasi menjelang pertengahan kisah, untuk mendapatkan
‘emosi’ dalam jalinan kisahnya. Entah apakah hasil terjemahannya sedikit
berpengaruh, yang jelas, kira-kira separuh kisah ini (hingga menjelang akhir
kisah) terasa sangat membingungkan plus berbelit-belit. Dan pada akhir kisah,
dugaan awal ternyata memang benar-benar terjadi, so no surprises-ending ... but
still overall is a god story. Sayangnya (sekali lagi) untuk edisi terjemahan
ini, penerbit tidak meneruskan kisah kelanjutannya, sehingga ada beberapa poin
yang sebenarnya ingin kuperjelas (dan membuat rasa penasaran pula #duhhhh) ...
\(-__-)/
[
more about this author & related works, just check at here : Shannon Hale | on Goodreads
| on Wikipedia | at Twitter | at Tumblr ]
~ This Post are include in
2014 Reading Challenge ~
42th Book in
Finding New Author Challenge
109th Book in
TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/