Translate

Showing posts with label Adhika Pustaka. Show all posts
Showing posts with label Adhika Pustaka. Show all posts

Tuesday, June 12, 2012

Books "XV - TAKHTA CAHAYA"


Judul : XAR dan VICHATTAN – TAKHTA CAHAYA
( book 1 from Ahli Waris Cahaya Series )
Copyright © by Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Lutfi Jayadi & Ratri Adityarani
Editor Revisi : Arie Prabowo & Leony Siregar
Illustrasi Sampul : Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan II : Juli 2010 ; 344 hlm 

Prolog :
Ini adalah sebuah kisah fantasi tentang perseteruan antara ‘baik’ dan ‘jahat’ ; antara ‘putih’ dan ‘hitam’ ; antara ‘pahlawan’ dan ‘penjahat’ ; antara ‘kasih’ dan ‘benci’. Namun pada akhirnya tiada lagi perbedaan di antara mereka, karena pada dasarnya semua bersumber dari asal yang sama, satu dengan yang lain tak dapat dipisahkan karena keseimbangan semesta akan terganggu. Looks like a very simple topic, but yet so hard to accept by humans mind, ‘cause the process living it – not so simple any more. It’s a story about Xar and Vichattan!

Sinopsis :
Alkisah di suatu tempat di semesta ini, terdapat suatu peradaban manusia, yang telah hidup berdampingan bersama makhluk hidup serta entitas lain, secara damai dan saling mengisi satu sama lain, hingga suatu saat keseimbangan itu terganggu, dan perpecahan mulai terjadi. 

Kuil Cahaya – dulu tempat ini merupakan sumber kekuatan tak ternilai bagi kehidupan semesta. Berdampingan dengan Kuil Kegelapan, perpaduan kekuatan sihir di antara mereka menjaga kelangsungan peradaban makhluk hidup. Hingga saat perang akbar yang menoreh garis hitam dalam sejarah, pertempuran hidup-mati antara Cahaya dan Gelap. Pada akhirnya Gelap kalah, terusir dan terbuang di dunia lain – dunia perbatasan sebagai tahanan selamanya. Cahaya telah menang, namun memakan korban tidak sedikit, termasuk sang pemimpin pendeta wanita Luscia. Maka cahaya Kuil Cahaya meredup, menjadi reruntuhan yang entah kapan terbangun kembali. 

Kuil Xar – merupakan kediaman para Ka-Xar (pasukan yang memiliki kekuatan tempur serta teknik bela diri) dan Es-Xar (pasukan yang terlatih dalam penggunaan sihir tingkat tinggi) di bawah pimpinan Biarawati Agung Mirell. Para pasukan Kuil Xar telah terlatih untuk menggunakan tenaga inti yang terdapat di dalam setiap tubuh manusia, suatu kekuatan dahsyat yang jika dikendalikan dengan pelatihan khusus, akan menjadikan orang tersebut memiliki ketahanan dan penguasaan atas kekuatan tak terbatas yang luar biasa. Namun pada suatu malam, kedamaian dan ketenangan Kuil Xar dipecahkan oleh insiden aneh yang menyerang Biarawati Agung Mirell. Akibatnya, sang biarawati segera memerintahkan pasukan khusus berangkat menuju Kerajaan Vichattan. Bencana besar akan segera membayangi kedamaian mereka semua.   

Kerajaan Vichattan – sebuah kota besar yang dibangun dan dilindungi oleh kekuatan sihir yang sangat besar. Semua penghuninya telah mempelajari dan menerapkan penggunaan sihir dalam kehidupan sehari-hari. Karena sihir Vichattan menggunakan sumber dari kehidupan di lingkungan sekitar, maka kekuatan mereka semakin meningkat seiring dengan kedamaian dan kemakmuran yang dialami. Dipimpin oleh Penasehat Utama Magdalin au Yamenti atau yang lebih dikenal sebagai Tiarawati Magdalin, seorang pemimpin yang tangguh dalam mengatur rencana maupun kekuatan sihir. Tapi kedamaian di Vichattan akan segera terusik. Kedatangan rombongan pasukan Kuil Xar bukan saja membuat heran semua orang, juga bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi ? Tanpa menyadari ancaman bahaya sudah di ambang pintu.

Kuil Xar dan Kerajaan Vichattan yang telah hidup berdampingan selama bertahun-tahun, mengandalkan pada kekuatan Cahaya, memulihkan kehidupan yang musnah terjadi akibat pertempuran besar antara kekuatan Cahaya melawan kekuatan Gelap bertahun-tahun silam. Dan kini kabar tentang kebangkitan Kuil Kegelapan menerpa mereka semua. Tanpa ada tanda-tanda khusus, kekuatan Kegelapan telah menyerang. Para pimpinan Xar dan Vichattan yang memiliki kekuatan batin terkuat, lebih dahulu merasakan kengerian dan ketakutan akan besarnya ancaman yang akan menimpa mereka semua. Apakah mereka semua akan siap dalam menjalani kembali pertempuran hidup-mati yang telah memusnahkan hampir seluruh peradaban Cahaya bertahun-tahun silam ? 

Kuil Kegelapan – dulu pada saat pertama kali Kegelapan muncul sebagai pendamping Cahaya, perpaduan kekuatan mereka membuat kehidupan semesta berkembang hingga sebuah peradaban terbentuk. Namun seiring dengan waktu, terjadi perpecahan di antara dua kekuatan yang sama besar. Bukannya saling mendukung, justru satu sama lain saling berusaha menjatuhkan, keinginan menjadi penguasa tunggal atas kekuatan yang tak terbatas adalah pokok permasalahan. Akibatnya sungguh mengerikan, kehidupan serta peradaban yang telah susah payah dibentuk, justru hancur hampir tak tersisa akibat bentrokan kekuatan yang maha dahsyat. Dan setelah sekian tahun menghilang karena terkalahkan dalam pertempuran akbar itu, kini Kegelapan bangkit kembali, jauh lebih kuat dan mengerikan. Sang pemimpin Yang Mulia Khalash telah dikalahkan oleh pendeta Agung Luscia, kini kembali dan merencanakan pembalasan yang jauh lebih mengerikan dibandingkan pertempuran masa silam. 

Teror ketakutan dan kengerian mulai merajalela di antara Xar dan Vichattan. Dulu masih ada pendeta Agung Luscia dengan kekuatan Cahaya. Kini, hampir sebagian besar kekuatan itu menghilang, bersamaan dengan runtuhnya Kuil Cahaya. Apakah mereka akan sanggup menghadapi lawan yang sangat kuat ini? Tanpa disadari, pendeta Agung Luscia telah menduga bahwa Kegelapan akan muncul kembali. Maka ia telah menunjuk ahli waris cahaya baru, calon-calon terpilih yang akan memimpin Xar dan Vichattan, serta menjaga kelangsungan serta keseimbangan semesta. Mereka adalah Antessa kar Illaisa dan Dalrin uv Elaim dari Kuil Xar, serta Kara au Yamenti dan Gerome op Karlan dari Kerajaan Vichattan. Keempat ahli waris cahaya yang masih bocah ini mendapat panggilan khusus dari Roh Pendeta Agung Luscia, dan tugas awal yang menjadi tanggung jawab besar bagi mereka adalah membangun kembali Kuil Cahaya, membangunkan sang penjaga Cahaya : Amor dan Pietas. Dan perjalanan mereka segera mendapat berbagai rintangan dan halangan. Karena sang pangeran Kegelapan telah memerintahkan pasukan rahasianya untuk menghabisi nyawa keempat bocah itu, sebelum mereka mampu membangun kembali kekuatan Kuil Cahaya.  

Kesan :
Ini adalah novel fantasi karya anak bangsa yang pertama kubaca (^_^) ... Sekian lama diriku hanya ‘mau’ menikmati bacaan terjemahan, bukannya anti-produk-lokal, tapi entah mengapa sudah beberapa kali mencoba, tidak ada bacaan yang mampu membuatku ingin membacanya kembali atau bahkan sekedar mengingat pernah membacanya. Dengan perkecualiaan beberapa novel lokal terbitan lama pada era tahun 1970-1980, yang mampu mengusung tema-tema sederhana hingga lumayan problematik dengan ulasan kisah yang mengandung arti mendalam, sesuatu yang sayangnya seiring dengan perkembangan jaman serta pergeseran generasi, berubah menjadi bacaan ‘sangat-sangat ringan’, lebih humoris dengan gaya bahasa yang meremaja, namun jiwa serta isi di dalamnya terasa sangat kurang menurut seleraku, menjadi sebuah bacaan selingan yang tak akan menimbulkan kenangan. Dan di tahun 2012 ini, melihat maraknya perkembangan genre novel karya anak bangsa, maka kucoba kembali beberapa novel karya asli, dan salah satu yang mendapat kesempatan pertama adalah serial Xar & Vichattan ini.

Dibuka dengan seting dan adegan yang lumayan seru, berlanjut dengan penggambaran masing-masing tokoh dan latar belakangnya, disertai dialog-dialog yang memberikan bayangan awal, bagaimana kisah ini mulai tersusun. Perbedaan novel jenis drama dengan novel epik fantasi seperti ini adalahnya banyaknya elemen yang harus dimasukan secara bersamaan, namun jangan sampai membuat pembaca semakin bingung atau bahkan bosan dengan detil yang tidak perlu. Dan harus kuakui, penulis mampu menghindari jebakan ini dalam 10 halaman pertama (ingat kesan awal ibarat pintu pembuka yang mamutuskan apakah kita akan terus masuk atau mau ‘ngeloyor’ keluar dan singgah ke tempat lain). Meski ada beberapa penyampaian yang terasa janggal, kemungkinan lebih karena diriku belum terbiasa dengan format dan penggunaan kalimat ‘lokal’ dibandingkan hasil terjemahan yang rata-rata harus sesuai dengan text-book. Dan kebetulan yang kubaca adalah edisi revisi, sehingga gangguan terutama ‘typo’ sangat sedikit untuk dapat mengusik kenyamanan dalam menyelesaikan novel ini. 

Tema yang dibawakan sangat simple dan memang menjadi tema dominasi karya fantasi, perang antara baik dan jahat. Tapi dalam kisah Xar & Vichattan ini, sesuatu yang tampak simple, tidak hanya dapat diselesaikan secara simple pula. Karena melibatkan unsur ‘manusiawi’ pada makhluk hidup, di mana pergolakan batin serta pencarian jati diri merupakan proses yang memakan waktu dan harus melalui pengorbanan yang tidak sedikit. Ibarat pepatah mengatakan bahwa sebuah proses pembelajaran baru dikatakan berhasil jika seseorang mengalami kegagalan, namun mampu bangkit kembali dari belajar dari sisi yang berbeda. Kegagalan sebagai suatu pembelajaran yang harus diterima bukan dijadikan beban yang menghambat perjalanan. 

Dan penulis memberikan ‘beban’ tambahan bagi para pembaca dengan memberikan porsi pemeran utama pada dua pasang bocah yang masih terhitung ‘hijau’ dalam kematangan pikiran serta penguasaan jiwa, namun kondisi memaksa mereka untuk segera ‘dewasa’ melebihi batas usia. Bagaimana para pembaca tidak akan tersentuh dengan kepolosan dan penderitaan yang mereka alami? Terbukti dengan kesuksesan kisah Harry Potter atau mungkin lebih tepat disebut kumpulan kisah kemalangan bocah bernama Harry Potter ... Mengapa hal ini bisa menjadi tema yang mampu menyentuh, karena tragedi serta kesedihan, akan jauh lebih lama ‘mengendap’ dalam benak manusia ketimbang tema kebahagiaan atau keceriaan. Nah, bukan berarti kita lantas harus senantiasa mencari tema-tema seperti ini, hanya sekedar pengamatan diriku sebagai pembaca dan penikmat buku (^_^). Selanjutnya, bagaimana kesanku setelah membaca buku pertama kisah ini ? Yang dapat kukatakan hanya “Tak sabar untuk segera melanjutkan kisah Xar & Vichattan ke buku kedua”

Tentang Penulis : 


Bonmedo Tambunan, pria yang akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari 1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta. 

Pria yang mempunyai hobi membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di sela-sela kuliah. 

Terinspirasi oleh buku-buku seperti The Lord of The Ring Trilogy, The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan, tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan kerja dan hobi-hobinya yang lain. 

Di tahun 2009, salah satu karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar & Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar & Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera. 

Boni juga aktif sebagai juri dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh sebuah perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya berupa cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011. 

Best Regards,
* Hobby Buku *

Books "XV : PRAHARA"


Judul : XAR dan VICHATTAN  - PRAHARA
( book 2 from Ahli Waris Cahaya Series )
Copyright © by Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Arie Prabowo & Leony Siregar
Illustrasi Sampul : Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan II : Juli 2010 ; 432 hlm 

Prolog :
Pada mulanya adalah satu . Satu yang abadi, yang berjalan tak henti. Satu yang memutar takdir, sendiri, di dunia yang kosong sepi. Demikianlah satu sendiri, sampai kemudian datanglah dua. Dua yang sangat berbeda. Dua yang tak dapat bersua. Tetapi sesungguhnya dua adala satu. Satu yang saling menjelaskan. Satu yang saling mencipta. Tak ada dua tanpa satu, karena dua adalah satu. Satu yang sama, tetapi bertolak belakang.  – Niota. Waktu, Terang, dan Gelap
( ~ from Xar & Vichattan Ahli Waris Cahaya #2 : Prahara | p. 9 )

Sinopsis :
Keempat ahli waris cahaya Antessa, Dalrin, Kara dan Gerome berhasil menuntaskan tugas mereka. Amor dan Pietas – sang penjaga kekuatan Cahaya telah bangkit, Kuil Cahaya kembali hidup, dan kekuatan Gelap berhasil dipukul mundur. Namun keberhasilan itu bukannya tanpa pengorbanan besar. Kematian para pejuang pemberani yang mengorbankan nyawanya demi keberhasilan misi tersebut, menggelayuti hati para pengikut Cahaya. Dan salah satunya adalah Dalrin, masih terbayang di benaknya wajah sang ayah : Terma uv Elaim – Panglim  pemimpin pasukan Ka Xar, sesaat sebelum tubuhnya terjatuh ke bumi setelah menerima energi sihir kegelapan yang  menyerang para ahli waris cahaya. Demikian pula dengan Lahana au Tirelis – penasihat tinggi Vichattan, yang selama perjalanan melindungi keempat ahli waris cahaya, telah membina hubungan mendalam dengan sang Panglima yang bukan hanya gagah, pemberani, juga sangat setia pada misi dan tujuan hidupnya. 

Akan tetapi mereka semua harus segera mengendalikan perasaan, karena tugas mereka semua belum selesai. Persiapan awal sudah dilakukan, namun langkah berikutnya semakin sulit dan berat, dengan berbagai tantangan yang bisa membuat siapa saja ‘hampir menyerah’ berkali-kali. Terutama bagi para ahli waris dan penjaga Kuil Cahaya. Amor dan Pietas harus membagi waktu guna ‘menggembleng’ para ahli waris yang relatif masih bocah-bocah, yang masih suka bermain dan bercanda, membuat cadangan kesabaran menipis, apalagi mereka berpacu dengan waktu, karena Kegelapan juga pasti sedang menyusun strategi dan kekuatan. Dan karena faktor  waktu itulah, maka akhirnya diputuskan para ahli waris cahaya akan menerima tanggung jawab dan tugas yang berbeda-beda, dan masing-masing harus segera menemukan jawaban serta menuntaskan misinya. 

Dengan kepergian Antessa menuju tempat tersimpannya Kristal Utama guna memberikan kekuatan Cahaya bersama pasukan Peri, Dalrin kembali ke Kuil Xar untuk memulihan kekuatan inti Xar (sekaligus mencari jawaban atas keresahan yang melanda dirinya akhir-akhir ini), mereka berdua juga berpisah dengan Kara yang kembali ke Vichattan, tepatnya menuju Perpustakaan Rahasia di Istana Tiara, untuk mencari jawaban tentang Vesmir dan dunia lain dimana sumber pasukan kegelapan muncul. Sedangkan Gerome didampingi Amor menuju ke desa Galad untuk bergabung dengan pasukan penjaga menghadang serangan pasukan Kegelapan, meninggalkan Pietas menjaga kekuatan Kuil Cahaya.  

Kekuatan musuh semakin mendekat. Para panglima Perang Kegelapan yang telah lama lenyap kembali muncul setelah sekian lama, dan mereka semakin kuat. Yang Mulia Khalash memiliki rencana penghancuran total atas kekuasaan Cahaya, dan rencana utama semakin mendekati puncaknya. Persiapan para prajurit Kegelapan serta mata-mata yang telah ditanam dalam wilayah Xar dan Vichattan juga telah siap. Dan tugas para pewaris tahta Cahaya akan benar-benar mengalami rintangan berat, karena musuh sudah terlebih dahulu maju beberapa langkah guna menyabotase setiap langkah dan tindakan mereka.  Akankah para pejuang Xar & Vichattan sanggup menanggulangi gempuran demi gempuran, serangan demi serangan musuh dari luar maupun dari dalam oraganisasi mereka sendiri ?  

Kesan :
Dalam buku kedua ini, penulis memberikan kesempatan bagi para karakter untuk berkembang, dengan memecahkan perjalanan yang harus mereka tempuh. Jika sebelumnya Antessa, Darlin, Kara dan Gerome senantiasa bersama dan bersatu padu dalam memerangi musuh, maka kali ini mereka harus berjuang sendiri, mengambil keputusan yang bukan hanya menyangkut nasib diri sendiri tapi juga nasib banyak makhluk hidup lain. 

Bukan hanya mereka berempat yang menjadi sorotan, lewat berbagai tokoh-tokoh lain yang juga terlibat, terbentuk alur kisah perjalanan masing-masing yang meski berbeda satu sama lain, pada akhirnya saling membentuk keterkaitan. Ibarat potongan puzzle yang tercerai-berai, berbagai tanda tanya yang terbentuk selama proses membaca kisah ini, satu demi satu mulai terungkap. 

Dengan memanfaatkan momentum yang semakin lama semakin meningkat, ketegangan yang dibangun semenjak awal kisah ini mulai memenuhi benakku. Meski adegan yang terjadi terpisah-pisah antara Antessa, Dalrin, Kara, Gerome, serta para prajurit Xar maupun Vichattan, demikian juga peran para pelaku di belakang layar, baik dari pihak Kegelapan maupun pihak Cahaya, untaian kisah tetap terjalin dengan bagus, tanpa ada kesan terputus di sana-sini. Saranku bagi para pembaca yang akan memuali menikmati kisah ini, sebaiknya membaca ke-3 bukunya secara berkelanjutan, tanpa jeda terlalu lama, karena momen yang sudah terbentuk akan sedikit sulit jika terputus di tengah-tengah kenikmatan membaca kisahnya. 

Sedikit sekali yang bisa ku anggap sebagai ‘gangguan’, selain masalah ‘typo’, agak kesulitan mengingat nama-nama karakter yang lumayan panjang, maka kugunakan cara singkat seperti jika membaca kisah silat kuno atau melihat film silat (^_^) persamaan dengan begitu banyak karakter, bisa dipermudah dengan ‘membayangkan’ figur masing-masing (sama seperti jika menonton film, tak usah bingung dengan nama, cukup ingat wajahnya), dan gunakan nama-nama singkat atau panggilan / julukan yang lebih mudah untuk diingat. 

Dengan memasukan unsur ‘a little bit romance’ maka kisah ini juga menambah daya tarik bagi pembaca, meski semula diriku sedikit bingung, bukannya usia para pewaris cahaya ini belum memasuki akil-baliq ?? Well, mungkin semacam cinta platonik begitu ya. Dan semakin mendekati akhir buku kedua ini, ada sesuatuyang patut disoroti, perkembangan karakter tokoh-tokoh kegelapan entah bagaimana justru lebih menarik bagi diriku untuk mengetahui lebih lanjut. Mengapa ? Karena di balik segala tindakan mereka, ada beberapa alasan tersembunyi yang tidak semuanya merupakan tujuan yang mengarah pada kejahatan. Bahkan penggambaran pergolakan yang mereka alami, semakin menunjukkan betapa ‘manusiawi’ kondisi mereka ... entah bagaimana kelanjutannya, yang jelas ini adalah suatu hal yang bisa dikembangkan menjadi kisah yang jauh lebih menarik lagi. 

Tentang Penulis : 


Bonmedo Tambunan, pria yang akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari 1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta. 

Pria yang mempunyai hobi membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di sela-sela kuliah. 

Terinspirasi oleh buku-buku seperti The Lord of The Ring Trilogy, The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan, tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan kerja dan hobi-hobinya yang lain. 

Di tahun 2009, salah satu karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar & Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar & Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera. 

Boni juga aktif sebagai juri dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh sebuah perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya berupa cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011. 

Best Regards,
* Hobby Buku *

Books "XV - EMPAT TUBUH STATERA"



Judul : XAR & VICHATTAN – EMPAT TUBUH STATERA
( book 3 from Ahli Waris Cahaya Series )
Copyright © by Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Tendy Yulianes Susanto
Illustrasi Sampul : Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan I : Januari 2012 ; 436 hlm 

Prolog :
Pangeran Kegelapan Yang Mulia Khalash sekali lagi berhasil dikalahkan oleh penggabungan kekuatan para pewaris Cahaya. Ia beserta pengikutnya yang terikat dalam jiwa kegelapan, lenyap tanpa bekas. Xar dan Vichattan terselamatkan, dan kekuatan Cahaya kembali bersinar. Namun musuh sebenarnya masih berkeliaran di antara mereka, menanti saat yang tepat untuk mencari kelemahan dan memangsa ketakutan mereka, musuh yang sewaktu-waktu akan bangkit tanpa ada peringatan, menghabisi jiwa-jiwa murni....

Sinopsis :
Kehidupan masyarakat Xar dan Vichattan berjalan dengan normal. Banyak sekali yang harus dibenahi dan dikembalikan dalam  kondisi semula. Kerusakan serta korban jiwa selama pertempuran dengan pasukan Pangeran Kegelapan menjadi bayangan gelap yang tak akan mampu dihilangkan begitu saja. Namun para pewaris Cahaya Antessa, Dalrin, Kara, Gerome serta para pejabat Xar maupun Vichattan telah siap untuk mengerahkan segenap kemampuan untuk mengembalikan kebahagiaan dan kedamaian yang pernah mereka nikmati. Dan guna mengantisipasi gerakan lanjutan yang mungkin muncul di kemudian hari, keberadaan Kuil Kegelapan tetap dalam pengawasan ketat pasukan penjaga khusus Xar & Vichattan. 

Tanpa terasa setahun sudah berlalu, dan suatu peristiwa yang mengerikan membuat keempat pewaris Cahaya, penjaga kekuatan Cahaya Amos & Pietas, serta pimpinan Kuil Xar serta Istana Tiara harus berkumpul. Terjadi serangan yang menandai kebangkitan Kuil Kegelapan. Semua pasukan pengintai tewas seketika. Anehnya kekuatan Kegelapan yang muncul ini bukanlah kekuatan Khalash, namun terasa sekali bahwa pengaruhnya jauh lebih kuat. 

Dalam usaha mencari jawaban serta mencari jalan guna melawan kekuatan yang masih tidak jelas asal-usulnya, keempat pewaris cahaya segera mempercepat tugas masing-masing.  Kecurigaan terbesar jatuh pada Panglima Corbus – tangan kanan Yang Mulia Khalash, yang tak terlihat dalam pertempuran terakhir, setelah ia melarikan diri bersama Petra kar Cabara – tangan kanan Biarawati Mirell dan pemimpin pasukan Es-Xar, sebuah pengkhianatan yang sama sekali tak diduga oleh siapa pun. Tapi setelah setahun berlalu tanpa ada jejak satu pun akan keberadaan mereka, maka diasumsikan bahwa mereka turut ‘terkurung’ dalam Vesmir bersama Khalash dan pengikutnya. 

Untuk memanstikan hal itu, menjadi tugas Kara yang pernah memasuki dunia lain, guna melihat apakah ada pertanda lain yang bisa menjadi petunjuk. Sedangkan Antessa bersama para pimpinan peri harus segera menuntaskan pemurnian Kristal Utama yang ternodai oleh kekuatan Gelap. Sedangkan Dalrin dan Gerome tetap berada di sekitar Xar dan Vichattan untuk membantu jika sewaktu-waktu terjadi serangan. Karena Kara dan Antessa bekerja langsung pada wilayah sumber kekuatan Cahaya dan Gelap, tidak heran jika keduanya yang terlebih dahulu mendapati fakta yang mengancam kesejahteraan dunia yang mereka kenal. Dan betapa sulitnya berjuang jika pihak-pihak yang selama ini menjadi kawan dan sekutu, kemudian berbalik menjadi musuh yang tak segan-segan menyakiti atau menghabisi nyawa mereka.  

Maka kali ini keempat pewaris cahaya harus berhadapan dengan lawan-lawan tangguh yang mereka kenal : sekutu, mentor, guru, keluarga, semua yang mereka kasihi. Dan tanpa diduga, bantuan justru muncul, dari pihak-pihak yang selama ini dianggap musuh. Suatu kenyataan pahit yang harus diterima, bahwa semuanya telah dipermainkan oleh pihak yang tidak menginginkan adanya keseimbangan  dan keteraturan dalam dunia maupun semesta. Sosok yang mendambakan kekacauan dan kehancuran total dunia. Antessa, Dalrin, Kara dan Gerome harus belajar tentang hal baru : sebuah fakta ternyata tidak selalu menyenangkan, dan yang lebih menakutkan, di tangan mereka keputusan harus segera diambil, demi menjaga kelangsungan hidup semua yang dikasihi, meski itu harus mengorbankan jiwa mereka ke sisi lain dunia ...

Kesan :
Kisah dalam buku ketiga ini jauh lebih menarik, terutama karena pengharapanku agar bisa mengetahui lebih dalam tentang para karakter yang tergolong kaum Kegelapan, terpenuhi dengan berbagai kejutan. Dari buku ini pembaca akan dibawa menelusuri kembali sejarah terjadinya Semesta, bagaimana dari Satu menjadi Cahaya dan Gelap, dan kemudian para makhluk hidup lain mulai terbentuk, peradaban terjadi, dan keseimbangan Semesta mulai berjalan seiring dengan adanya Waktu, namun sosok lain muncul, sosok yang tidak menyukai keseimbangan, melainkan menginginkan kekacauan, inilah Cao (mudah ditebak berasal dari kata ‘Chaos’).

Dan jangan berhenti di sini, mari masuk lebih dalam maka berkat campur tangan Cao, segala sesuatu yang baik menjadi buruk, yang kuat menjadi lemah, yang pemberani menjadi penakut, segala sesuatu menjadi terbalik, berpindah posisi. Bisa diibaratkan bahwa Cao mempengaruhi pikiran dan mengeluarkan segala yang terburuk yang terpendam di benak dan hati setiap orang. Hanya sedikit yang mampu terhindar dari pengaruhnya, yaitu jiwa-jiwa yang murni (dengan mudah persepsi ini digambarkan pada anak-anak yang belum terpengaruhi), atau para jiwa-jiwa yang pernah terperosok dalam kegelapan dan mendapati betapa mengerikan berada pada posisi itu (mungkin bisa dianggap mereka ini semacam orang-orang yang telah bertobat, paling tidak demikian pemikiranku).

Tanpa bermaksud untuk ‘spoiler’ lebih jauh tentang kisah yang benar-benar menarik (my favorite so far from all three books combined), diriku berharap penulis tertarik pula mengembangkan karakter-karakter atau kisah yang sudah terbentuk dan tertanam ini, mengenai dunia Xar dan Vichattan. Terutama sekali tentang bagai nasib para pewaris cahaya saat mereka dewasa ? Atau bagaimana sejarah masa lampau sebelum Kegelapan yang dikendalikan Cao mulai merajalela (semacam prekuel kisah Xar dan Vichattan ini) ... it’s just an idea, maybe my wishes would come true someday (^_^) who knows ... 


Note : sekedar masukan tambahan diluar masalah ‘isi’ novel, tentang tampilan cover, dengan penggunaan ilustrasi  serta pewarnaan yang lumayan bagus, sungguh disayangkan kualitas cetakan yang tidak mampu menonjolkan kreasi yang sudah sedemikian bagus. Ibarat Cahaya, maka ini adalah Cahaya yang ‘meredup’ – kesan hidup sama sekali tidak tampak. Mungkin bisa dipertimbangkan penggunan jenis kertas yang berbeda untuk buku-buku berikutnya. Tambahan lain : untuk format ketiga buku ini, setelah dilihat ternyata tidak sama ukurannya, jadi jika dijajarkan di rak buku, terlihat tidak rapi (sorry, tapi masalah keteraturan dan keseragaman ini memang jadi ‘issue’ buatku), untung saja diriku mendapat versi boxset, jadi tidak terlalu terlihat, bagaimana untuk pembeli dan pembaca yang memiliki koleksi lepasan ? Last comment, untuk tambahan buku kecil tentang Kitab Cao dan Statera, tanpa perlu dipaksakan dalam format besar, bisa saja dibuat booklet kecil tapi lebih bagus, yang sekarang seperti print-langsung diatas kertas buffalo ... just some input from my thoughts, but overall I like the stories (^_^).

Tentang Penulis : 

Bonmedo Tambunan, pria yang akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari 1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta. 

Pria yang mempunyai hobi membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di sela-sela kuliah. 

Terinspirasi oleh buku-buku seperti The Lord of The Ring Trilogy, The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan, tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan kerja dan hobi-hobinya yang lain. 

Di tahun 2009, salah satu karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar & Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar & Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera. 

Boni juga aktif sebagai juri dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh sebuah perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya berupa cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011.

Best Regards,
* Hobby Buku *
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...