Translate

Tuesday, June 12, 2012

Books "XV : PRAHARA"


Judul : XAR dan VICHATTAN  - PRAHARA
( book 2 from Ahli Waris Cahaya Series )
Copyright © by Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Arie Prabowo & Leony Siregar
Illustrasi Sampul : Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan II : Juli 2010 ; 432 hlm 

Prolog :
Pada mulanya adalah satu . Satu yang abadi, yang berjalan tak henti. Satu yang memutar takdir, sendiri, di dunia yang kosong sepi. Demikianlah satu sendiri, sampai kemudian datanglah dua. Dua yang sangat berbeda. Dua yang tak dapat bersua. Tetapi sesungguhnya dua adala satu. Satu yang saling menjelaskan. Satu yang saling mencipta. Tak ada dua tanpa satu, karena dua adalah satu. Satu yang sama, tetapi bertolak belakang.  – Niota. Waktu, Terang, dan Gelap
( ~ from Xar & Vichattan Ahli Waris Cahaya #2 : Prahara | p. 9 )

Sinopsis :
Keempat ahli waris cahaya Antessa, Dalrin, Kara dan Gerome berhasil menuntaskan tugas mereka. Amor dan Pietas – sang penjaga kekuatan Cahaya telah bangkit, Kuil Cahaya kembali hidup, dan kekuatan Gelap berhasil dipukul mundur. Namun keberhasilan itu bukannya tanpa pengorbanan besar. Kematian para pejuang pemberani yang mengorbankan nyawanya demi keberhasilan misi tersebut, menggelayuti hati para pengikut Cahaya. Dan salah satunya adalah Dalrin, masih terbayang di benaknya wajah sang ayah : Terma uv Elaim – Panglim  pemimpin pasukan Ka Xar, sesaat sebelum tubuhnya terjatuh ke bumi setelah menerima energi sihir kegelapan yang  menyerang para ahli waris cahaya. Demikian pula dengan Lahana au Tirelis – penasihat tinggi Vichattan, yang selama perjalanan melindungi keempat ahli waris cahaya, telah membina hubungan mendalam dengan sang Panglima yang bukan hanya gagah, pemberani, juga sangat setia pada misi dan tujuan hidupnya. 

Akan tetapi mereka semua harus segera mengendalikan perasaan, karena tugas mereka semua belum selesai. Persiapan awal sudah dilakukan, namun langkah berikutnya semakin sulit dan berat, dengan berbagai tantangan yang bisa membuat siapa saja ‘hampir menyerah’ berkali-kali. Terutama bagi para ahli waris dan penjaga Kuil Cahaya. Amor dan Pietas harus membagi waktu guna ‘menggembleng’ para ahli waris yang relatif masih bocah-bocah, yang masih suka bermain dan bercanda, membuat cadangan kesabaran menipis, apalagi mereka berpacu dengan waktu, karena Kegelapan juga pasti sedang menyusun strategi dan kekuatan. Dan karena faktor  waktu itulah, maka akhirnya diputuskan para ahli waris cahaya akan menerima tanggung jawab dan tugas yang berbeda-beda, dan masing-masing harus segera menemukan jawaban serta menuntaskan misinya. 

Dengan kepergian Antessa menuju tempat tersimpannya Kristal Utama guna memberikan kekuatan Cahaya bersama pasukan Peri, Dalrin kembali ke Kuil Xar untuk memulihan kekuatan inti Xar (sekaligus mencari jawaban atas keresahan yang melanda dirinya akhir-akhir ini), mereka berdua juga berpisah dengan Kara yang kembali ke Vichattan, tepatnya menuju Perpustakaan Rahasia di Istana Tiara, untuk mencari jawaban tentang Vesmir dan dunia lain dimana sumber pasukan kegelapan muncul. Sedangkan Gerome didampingi Amor menuju ke desa Galad untuk bergabung dengan pasukan penjaga menghadang serangan pasukan Kegelapan, meninggalkan Pietas menjaga kekuatan Kuil Cahaya.  

Kekuatan musuh semakin mendekat. Para panglima Perang Kegelapan yang telah lama lenyap kembali muncul setelah sekian lama, dan mereka semakin kuat. Yang Mulia Khalash memiliki rencana penghancuran total atas kekuasaan Cahaya, dan rencana utama semakin mendekati puncaknya. Persiapan para prajurit Kegelapan serta mata-mata yang telah ditanam dalam wilayah Xar dan Vichattan juga telah siap. Dan tugas para pewaris tahta Cahaya akan benar-benar mengalami rintangan berat, karena musuh sudah terlebih dahulu maju beberapa langkah guna menyabotase setiap langkah dan tindakan mereka.  Akankah para pejuang Xar & Vichattan sanggup menanggulangi gempuran demi gempuran, serangan demi serangan musuh dari luar maupun dari dalam oraganisasi mereka sendiri ?  

Kesan :
Dalam buku kedua ini, penulis memberikan kesempatan bagi para karakter untuk berkembang, dengan memecahkan perjalanan yang harus mereka tempuh. Jika sebelumnya Antessa, Darlin, Kara dan Gerome senantiasa bersama dan bersatu padu dalam memerangi musuh, maka kali ini mereka harus berjuang sendiri, mengambil keputusan yang bukan hanya menyangkut nasib diri sendiri tapi juga nasib banyak makhluk hidup lain. 

Bukan hanya mereka berempat yang menjadi sorotan, lewat berbagai tokoh-tokoh lain yang juga terlibat, terbentuk alur kisah perjalanan masing-masing yang meski berbeda satu sama lain, pada akhirnya saling membentuk keterkaitan. Ibarat potongan puzzle yang tercerai-berai, berbagai tanda tanya yang terbentuk selama proses membaca kisah ini, satu demi satu mulai terungkap. 

Dengan memanfaatkan momentum yang semakin lama semakin meningkat, ketegangan yang dibangun semenjak awal kisah ini mulai memenuhi benakku. Meski adegan yang terjadi terpisah-pisah antara Antessa, Dalrin, Kara, Gerome, serta para prajurit Xar maupun Vichattan, demikian juga peran para pelaku di belakang layar, baik dari pihak Kegelapan maupun pihak Cahaya, untaian kisah tetap terjalin dengan bagus, tanpa ada kesan terputus di sana-sini. Saranku bagi para pembaca yang akan memuali menikmati kisah ini, sebaiknya membaca ke-3 bukunya secara berkelanjutan, tanpa jeda terlalu lama, karena momen yang sudah terbentuk akan sedikit sulit jika terputus di tengah-tengah kenikmatan membaca kisahnya. 

Sedikit sekali yang bisa ku anggap sebagai ‘gangguan’, selain masalah ‘typo’, agak kesulitan mengingat nama-nama karakter yang lumayan panjang, maka kugunakan cara singkat seperti jika membaca kisah silat kuno atau melihat film silat (^_^) persamaan dengan begitu banyak karakter, bisa dipermudah dengan ‘membayangkan’ figur masing-masing (sama seperti jika menonton film, tak usah bingung dengan nama, cukup ingat wajahnya), dan gunakan nama-nama singkat atau panggilan / julukan yang lebih mudah untuk diingat. 

Dengan memasukan unsur ‘a little bit romance’ maka kisah ini juga menambah daya tarik bagi pembaca, meski semula diriku sedikit bingung, bukannya usia para pewaris cahaya ini belum memasuki akil-baliq ?? Well, mungkin semacam cinta platonik begitu ya. Dan semakin mendekati akhir buku kedua ini, ada sesuatuyang patut disoroti, perkembangan karakter tokoh-tokoh kegelapan entah bagaimana justru lebih menarik bagi diriku untuk mengetahui lebih lanjut. Mengapa ? Karena di balik segala tindakan mereka, ada beberapa alasan tersembunyi yang tidak semuanya merupakan tujuan yang mengarah pada kejahatan. Bahkan penggambaran pergolakan yang mereka alami, semakin menunjukkan betapa ‘manusiawi’ kondisi mereka ... entah bagaimana kelanjutannya, yang jelas ini adalah suatu hal yang bisa dikembangkan menjadi kisah yang jauh lebih menarik lagi. 

Tentang Penulis : 


Bonmedo Tambunan, pria yang akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari 1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta. 

Pria yang mempunyai hobi membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di sela-sela kuliah. 

Terinspirasi oleh buku-buku seperti The Lord of The Ring Trilogy, The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan, tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan kerja dan hobi-hobinya yang lain. 

Di tahun 2009, salah satu karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar & Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar & Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera. 

Boni juga aktif sebagai juri dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh sebuah perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya berupa cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011. 

Best Regards,
* Hobby Buku *

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...