Judul : XAR dan VICHATTAN - PRAHARA
(
book 2 from Ahli Waris Cahaya Series
)
Copyright © by
Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Arie Prabowo &
Leony Siregar
Illustrasi Sampul : Hendryzero
Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan II : Juli 2010 ; 432 hlm
Prolog :
Pada mulanya adalah satu . Satu yang abadi, yang berjalan tak henti. Satu yang memutar takdir, sendiri, di dunia yang kosong sepi. Demikianlah satu sendiri, sampai kemudian datanglah dua. Dua yang sangat berbeda. Dua yang tak dapat bersua. Tetapi sesungguhnya dua adala satu. Satu yang saling menjelaskan. Satu yang saling mencipta. Tak ada dua tanpa satu, karena dua adalah satu. Satu yang sama, tetapi bertolak belakang. – Niota. Waktu, Terang, dan Gelap( ~ from Xar & Vichattan Ahli Waris Cahaya #2 : Prahara | p. 9 )
Sinopsis :
Keempat ahli waris cahaya
Antessa, Dalrin, Kara dan Gerome berhasil menuntaskan tugas mereka. Amor dan
Pietas – sang penjaga kekuatan Cahaya telah bangkit, Kuil Cahaya kembali hidup,
dan kekuatan Gelap berhasil dipukul mundur. Namun keberhasilan itu bukannya
tanpa pengorbanan besar. Kematian para pejuang pemberani yang mengorbankan
nyawanya demi keberhasilan misi tersebut, menggelayuti hati para pengikut
Cahaya. Dan salah satunya adalah Dalrin, masih terbayang di benaknya wajah sang
ayah : Terma uv Elaim – Panglim pemimpin
pasukan Ka Xar, sesaat sebelum tubuhnya terjatuh ke bumi setelah menerima
energi sihir kegelapan yang menyerang
para ahli waris cahaya. Demikian pula dengan Lahana au Tirelis – penasihat
tinggi Vichattan, yang selama perjalanan melindungi keempat ahli waris cahaya,
telah membina hubungan mendalam dengan sang Panglima yang bukan hanya gagah,
pemberani, juga sangat setia pada misi dan tujuan hidupnya.
Akan tetapi mereka semua harus
segera mengendalikan perasaan, karena tugas mereka semua belum selesai.
Persiapan awal sudah dilakukan, namun langkah berikutnya semakin sulit dan
berat, dengan berbagai tantangan yang bisa membuat siapa saja ‘hampir menyerah’
berkali-kali. Terutama bagi para ahli waris dan penjaga Kuil Cahaya. Amor dan
Pietas harus membagi waktu guna ‘menggembleng’ para ahli waris yang relatif
masih bocah-bocah, yang masih suka bermain dan bercanda, membuat cadangan
kesabaran menipis, apalagi mereka berpacu dengan waktu, karena Kegelapan juga
pasti sedang menyusun strategi dan kekuatan. Dan karena faktor waktu itulah, maka akhirnya diputuskan para
ahli waris cahaya akan menerima tanggung jawab dan tugas yang berbeda-beda, dan
masing-masing harus segera menemukan jawaban serta menuntaskan misinya.
Dengan kepergian Antessa menuju
tempat tersimpannya Kristal Utama guna memberikan kekuatan Cahaya bersama
pasukan Peri, Dalrin kembali ke Kuil Xar untuk memulihan kekuatan inti Xar
(sekaligus mencari jawaban atas keresahan yang melanda dirinya akhir-akhir
ini), mereka berdua juga berpisah dengan Kara yang kembali ke Vichattan,
tepatnya menuju Perpustakaan Rahasia di Istana Tiara, untuk mencari jawaban
tentang Vesmir dan dunia lain dimana sumber pasukan kegelapan muncul. Sedangkan
Gerome didampingi Amor menuju ke desa Galad untuk bergabung dengan pasukan
penjaga menghadang serangan pasukan Kegelapan, meninggalkan Pietas menjaga
kekuatan Kuil Cahaya.
Kekuatan musuh semakin
mendekat. Para panglima Perang Kegelapan yang telah lama lenyap kembali muncul
setelah sekian lama, dan mereka semakin kuat. Yang Mulia Khalash memiliki
rencana penghancuran total atas kekuasaan Cahaya, dan rencana utama semakin
mendekati puncaknya. Persiapan para prajurit Kegelapan serta mata-mata yang
telah ditanam dalam wilayah Xar dan Vichattan juga telah siap. Dan tugas para
pewaris tahta Cahaya akan benar-benar mengalami rintangan berat, karena musuh
sudah terlebih dahulu maju beberapa langkah guna menyabotase setiap langkah dan
tindakan mereka. Akankah para pejuang
Xar & Vichattan sanggup menanggulangi gempuran demi gempuran, serangan demi
serangan musuh dari luar maupun dari dalam oraganisasi mereka sendiri ?
Kesan :
Dalam buku kedua ini, penulis
memberikan kesempatan bagi para karakter untuk berkembang, dengan memecahkan
perjalanan yang harus mereka tempuh. Jika sebelumnya Antessa, Darlin, Kara dan
Gerome senantiasa bersama dan bersatu padu dalam memerangi musuh, maka kali ini
mereka harus berjuang sendiri, mengambil keputusan yang bukan hanya menyangkut
nasib diri sendiri tapi juga nasib banyak makhluk hidup lain.
Bukan hanya mereka berempat
yang menjadi sorotan, lewat berbagai tokoh-tokoh lain yang juga terlibat,
terbentuk alur kisah perjalanan masing-masing yang meski berbeda satu sama
lain, pada akhirnya saling membentuk keterkaitan. Ibarat potongan puzzle yang
tercerai-berai, berbagai tanda tanya yang terbentuk selama proses membaca kisah
ini, satu demi satu mulai terungkap.
Dengan memanfaatkan momentum
yang semakin lama semakin meningkat, ketegangan yang dibangun semenjak awal
kisah ini mulai memenuhi benakku. Meski adegan yang terjadi terpisah-pisah
antara Antessa, Dalrin, Kara, Gerome, serta para prajurit Xar maupun Vichattan,
demikian juga peran para pelaku di belakang layar, baik dari pihak Kegelapan
maupun pihak Cahaya, untaian kisah tetap terjalin dengan bagus, tanpa ada kesan
terputus di sana-sini. Saranku bagi para pembaca yang akan memuali menikmati
kisah ini, sebaiknya membaca ke-3 bukunya secara berkelanjutan, tanpa jeda
terlalu lama, karena momen yang sudah terbentuk akan sedikit sulit jika terputus
di tengah-tengah kenikmatan membaca kisahnya.
Sedikit sekali yang bisa ku
anggap sebagai ‘gangguan’, selain masalah ‘typo’, agak kesulitan mengingat
nama-nama karakter yang lumayan panjang, maka kugunakan cara singkat seperti
jika membaca kisah silat kuno atau melihat film silat (^_^) persamaan dengan
begitu banyak karakter, bisa dipermudah dengan ‘membayangkan’ figur
masing-masing (sama seperti jika menonton film, tak usah bingung dengan nama,
cukup ingat wajahnya), dan gunakan nama-nama singkat atau panggilan / julukan
yang lebih mudah untuk diingat.
Dengan memasukan unsur ‘a little bit romance’ maka kisah ini
juga menambah daya tarik bagi pembaca, meski semula diriku sedikit bingung,
bukannya usia para pewaris cahaya ini belum memasuki akil-baliq ?? Well, mungkin semacam cinta platonik begitu ya. Dan
semakin mendekati akhir buku kedua ini, ada sesuatuyang patut disoroti,
perkembangan karakter tokoh-tokoh kegelapan entah bagaimana justru lebih
menarik bagi diriku untuk mengetahui lebih lanjut. Mengapa ? Karena di balik
segala tindakan mereka, ada beberapa alasan tersembunyi yang tidak semuanya
merupakan tujuan yang mengarah pada kejahatan. Bahkan penggambaran pergolakan
yang mereka alami, semakin menunjukkan betapa ‘manusiawi’ kondisi mereka ...
entah bagaimana kelanjutannya, yang jelas ini adalah suatu hal yang bisa
dikembangkan menjadi kisah yang jauh lebih menarik lagi.
Tentang Penulis :
Bonmedo Tambunan, pria yang
akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari
1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga
berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta.
Pria yang mempunyai hobi
membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah
bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah
Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan
bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai
menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di
sela-sela kuliah.
Terinspirasi oleh buku-buku
seperti The Lord of The Ring Trilogy,
The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih
genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan,
tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya
itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan kerja
dan hobi-hobinya yang lain.
Di tahun 2009, salah satu
karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di
internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar
& Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah
buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar &
Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera.
Boni juga aktif sebagai juri
dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh sebuah
perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya berupa
cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba
tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011.
Best Regards,
* Hobby Buku *
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/