Judul : XAR & VICHATTAN – EMPAT TUBUH STATERA
(
book 3 from Ahli Waris Cahaya Series
)
Copyright © by
Bonmedo Tambunan
Penerbit Adhika Pustaka
Editor : Tendy Yulianes Susanto
Illustrasi Sampul : Hendryzero
Prasetyo dan Eko Puteh ( Imaginary Friends Studios )
Cetakan I : Januari 2012 ; 436
hlm
Prolog :
Pangeran Kegelapan Yang Mulia Khalash sekali lagi berhasil dikalahkan oleh penggabungan kekuatan para pewaris Cahaya. Ia beserta pengikutnya yang terikat dalam jiwa kegelapan, lenyap tanpa bekas. Xar dan Vichattan terselamatkan, dan kekuatan Cahaya kembali bersinar. Namun musuh sebenarnya masih berkeliaran di antara mereka, menanti saat yang tepat untuk mencari kelemahan dan memangsa ketakutan mereka, musuh yang sewaktu-waktu akan bangkit tanpa ada peringatan, menghabisi jiwa-jiwa murni....
Sinopsis :
Kehidupan masyarakat Xar dan
Vichattan berjalan dengan normal. Banyak sekali yang harus dibenahi dan
dikembalikan dalam kondisi semula.
Kerusakan serta korban jiwa selama pertempuran dengan pasukan Pangeran Kegelapan
menjadi bayangan gelap yang tak akan mampu dihilangkan begitu saja. Namun para
pewaris Cahaya Antessa, Dalrin, Kara, Gerome serta para pejabat Xar maupun
Vichattan telah siap untuk mengerahkan segenap kemampuan untuk mengembalikan
kebahagiaan dan kedamaian yang pernah mereka nikmati. Dan guna mengantisipasi
gerakan lanjutan yang mungkin muncul di kemudian hari, keberadaan Kuil
Kegelapan tetap dalam pengawasan ketat pasukan penjaga khusus Xar &
Vichattan.
Tanpa terasa setahun sudah
berlalu, dan suatu peristiwa yang mengerikan membuat keempat pewaris Cahaya,
penjaga kekuatan Cahaya Amos & Pietas, serta pimpinan Kuil Xar serta Istana
Tiara harus berkumpul. Terjadi serangan yang menandai kebangkitan Kuil
Kegelapan. Semua pasukan pengintai tewas seketika. Anehnya kekuatan Kegelapan
yang muncul ini bukanlah kekuatan Khalash, namun terasa sekali bahwa
pengaruhnya jauh lebih kuat.
Dalam usaha mencari jawaban
serta mencari jalan guna melawan kekuatan yang masih tidak jelas asal-usulnya,
keempat pewaris cahaya segera mempercepat tugas masing-masing. Kecurigaan terbesar jatuh pada Panglima
Corbus – tangan kanan Yang Mulia Khalash, yang tak terlihat dalam pertempuran
terakhir, setelah ia melarikan diri bersama Petra kar Cabara – tangan kanan
Biarawati Mirell dan pemimpin pasukan Es-Xar, sebuah pengkhianatan yang sama
sekali tak diduga oleh siapa pun. Tapi setelah setahun berlalu tanpa ada jejak
satu pun akan keberadaan mereka, maka diasumsikan bahwa mereka turut
‘terkurung’ dalam Vesmir bersama Khalash dan pengikutnya.
Untuk memanstikan hal itu,
menjadi tugas Kara yang pernah memasuki dunia lain, guna melihat apakah ada
pertanda lain yang bisa menjadi petunjuk. Sedangkan Antessa bersama para
pimpinan peri harus segera menuntaskan pemurnian Kristal Utama yang ternodai
oleh kekuatan Gelap. Sedangkan Dalrin dan Gerome tetap berada di sekitar Xar
dan Vichattan untuk membantu jika sewaktu-waktu terjadi serangan. Karena Kara
dan Antessa bekerja langsung pada wilayah sumber kekuatan Cahaya dan Gelap,
tidak heran jika keduanya yang terlebih dahulu mendapati fakta yang mengancam
kesejahteraan dunia yang mereka kenal. Dan betapa sulitnya berjuang jika
pihak-pihak yang selama ini menjadi kawan dan sekutu, kemudian berbalik menjadi
musuh yang tak segan-segan menyakiti atau menghabisi nyawa mereka.
Maka kali ini keempat pewaris
cahaya harus berhadapan dengan lawan-lawan tangguh yang mereka kenal : sekutu,
mentor, guru, keluarga, semua yang mereka kasihi. Dan tanpa diduga, bantuan
justru muncul, dari pihak-pihak yang selama ini dianggap musuh. Suatu kenyataan
pahit yang harus diterima, bahwa semuanya telah dipermainkan oleh pihak yang
tidak menginginkan adanya keseimbangan
dan keteraturan dalam dunia maupun semesta. Sosok yang mendambakan
kekacauan dan kehancuran total dunia. Antessa, Dalrin, Kara dan Gerome harus
belajar tentang hal baru : sebuah fakta ternyata tidak selalu menyenangkan, dan
yang lebih menakutkan, di tangan mereka keputusan harus segera diambil, demi
menjaga kelangsungan hidup semua yang dikasihi, meski itu harus mengorbankan
jiwa mereka ke sisi lain dunia ...
Kesan :
Kisah dalam buku ketiga ini
jauh lebih menarik, terutama karena pengharapanku agar bisa mengetahui lebih
dalam tentang para karakter yang tergolong kaum Kegelapan, terpenuhi dengan
berbagai kejutan. Dari buku ini pembaca akan dibawa menelusuri kembali sejarah
terjadinya Semesta, bagaimana dari Satu menjadi Cahaya dan Gelap, dan kemudian
para makhluk hidup lain mulai terbentuk, peradaban terjadi, dan keseimbangan
Semesta mulai berjalan seiring dengan adanya Waktu, namun sosok lain muncul, sosok
yang tidak menyukai keseimbangan, melainkan menginginkan kekacauan, inilah Cao
(mudah ditebak berasal dari kata ‘Chaos’).
Dan jangan berhenti di sini,
mari masuk lebih dalam maka berkat campur tangan Cao, segala sesuatu yang baik
menjadi buruk, yang kuat menjadi lemah, yang pemberani menjadi penakut, segala
sesuatu menjadi terbalik, berpindah posisi. Bisa diibaratkan bahwa Cao
mempengaruhi pikiran dan mengeluarkan segala yang terburuk yang terpendam di
benak dan hati setiap orang. Hanya sedikit yang mampu terhindar dari
pengaruhnya, yaitu jiwa-jiwa yang murni (dengan mudah persepsi ini digambarkan
pada anak-anak yang belum terpengaruhi), atau para jiwa-jiwa yang pernah
terperosok dalam kegelapan dan mendapati betapa mengerikan berada pada posisi
itu (mungkin bisa dianggap mereka ini semacam orang-orang yang telah bertobat,
paling tidak demikian pemikiranku).
Tanpa bermaksud untuk ‘spoiler’
lebih jauh tentang kisah yang benar-benar menarik (my favorite so far from all
three books combined), diriku berharap penulis tertarik pula mengembangkan
karakter-karakter atau kisah yang sudah terbentuk dan tertanam ini, mengenai
dunia Xar dan Vichattan. Terutama sekali tentang bagai nasib para pewaris
cahaya saat mereka dewasa ? Atau bagaimana sejarah masa lampau sebelum
Kegelapan yang dikendalikan Cao mulai merajalela (semacam prekuel kisah Xar dan
Vichattan ini) ... it’s just an idea, maybe my wishes would come true someday
(^_^) who knows ...
Note : sekedar masukan tambahan
diluar masalah ‘isi’ novel, tentang tampilan cover, dengan penggunaan
ilustrasi serta pewarnaan yang lumayan
bagus, sungguh disayangkan kualitas cetakan yang tidak mampu menonjolkan kreasi
yang sudah sedemikian bagus. Ibarat Cahaya, maka ini adalah Cahaya yang
‘meredup’ – kesan hidup sama sekali tidak tampak. Mungkin bisa dipertimbangkan
penggunan jenis kertas yang berbeda untuk buku-buku berikutnya. Tambahan lain :
untuk format ketiga buku ini, setelah dilihat ternyata tidak sama ukurannya,
jadi jika dijajarkan di rak buku, terlihat tidak rapi (sorry, tapi masalah
keteraturan dan keseragaman ini memang jadi ‘issue’ buatku), untung saja diriku
mendapat versi boxset, jadi tidak terlalu terlihat, bagaimana untuk pembeli dan
pembaca yang memiliki koleksi lepasan ? Last comment, untuk tambahan buku kecil
tentang Kitab Cao dan Statera, tanpa perlu dipaksakan dalam format besar, bisa
saja dibuat booklet kecil tapi lebih bagus, yang sekarang seperti
print-langsung diatas kertas buffalo ... just some input from my thoughts, but
overall I like the stories (^_^).
Tentang Penulis :
Bonmedo Tambunan, pria yang akrab dipanggil dengan nama Boni ini lahir di Jakarta, pada tanggal 24 januari 1976. Saat ini selain menekuni hobinya sebagai seorang penulis, Boni juga berprofesi sebagai banker di salah satu bank berskala international di Jakarta.
Pria yang mempunyai hobi
membaca, bermain game, dansa ballroom, dan menulis ini mengaku tidak pernah
bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah
Atas di Jakarta (1993), Boni melanjutkan pendidikannya di bidang komputer dan
bisnis di salah satu universitas di Amerika (1993-1977). Di sanalah Boni mulai
menekuni hobi menulis yang kerap dilakukannya untuk mengisi waktu luang di
sela-sela kuliah.
Terinspirasi oleh buku-buku
seperti The Lord of The Ring Trilogy,
The Hobbit, dan serial The Wheel of Time, Boni lalu memilih
genre fantasi sebagai topik pilihan penulisannya. Cukup banyak yang dihasilkan,
tetapi tidak pernah terpikir olehnya untuk menerbitkan karya-karya tulisnya
itu. Bahkan kemudian karya-karyanya itu sempat terlupakan di tengah kesibukan
kerja dan hobi-hobinya yang lain.
Di tahun 2009, salah satu
karyanya yang berawal dari keisengannya mengikuti sebuah lomba menulis di
internet sewaktu masih kuliah, berhasil diterbitkan. Novel fiksi fantasi Xar
& Vichattan – Takhta Cahaya, yang diterbitkan oleh Adhika Pustaka adalah
buku pertamanya, yang kemudian dilanjutkan dengan buku kedua Xar &
Vichattan : Prahara dan buku ketiga Empat Tubuh Statera.
Boni juga aktif sebagai juri
dari lomba menulis cerpen fantasi bertaraf nasional, yang diprakarsai oleh
sebuah perkumpulan penulis fantasi Indonesia, Kastil Fantasi. Karya-karyanya
berupa cerpen juga telah diterbitkan di dalam buku yang adalah hasil dari lomba
tersebut, Fantasy Fiesta 2010 dan Fantasy Fiesta 2011.
Best Regards,
* Hobby Buku *
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/