Judul Asli : THE LAST FOUR THINGS
[
book 2 of THE LEFT HAND OF GOD Trilogy | THOMAS
CALE Series ]
Copyright © Paul Hoffman,
2011
Penerbit Elex Media
Komputindo
Alih Bahasa : Mila Hidajat
Cetakan I : Januari 2014 ;
456 hlm ; ISBN 978-602-02-5725-9
Harga Normal : Rp.
62.000,-
Rate : 3.5 of 5
Masih ingat dengan
petualangan Thomas Cale dan kawan-kawan sesama pelarian dari Kuil Sang Penebus
? Buku pertama seri ini yang berjudul The Left Hand of God (baca di SINI)meninggalkan
kesan tersendiri bagi diriku, karena ide dan tema kisah yang tidak biasa,
ditambah dengan gaya penulisan yang tidak bisa dikatakan mudah dinikmati,
hingga adegan konflik serta penggambaran yang cukup absurb sekaligus bisa
dikatakan masuk kategori vulgar dan sadis. Sejujurnya, buku pertama harus
diselesaikan dengan susah payah, namun anehnya tetap meninggalkan tanda tanya
besar yang akhirnya membuatku memutuskan untuk melanjutkan ‘membaca’ kisah buku
berikutnya, sekedar melampiaskan rasa penasaran yang mau tidak mau bagaikan
rasa ‘gatal ‘ yang cukup mengusik benakku ...
Pertama-tama yang masuk
dalam perhatianku adalah desain sampul yang menarik, pilihan warna serta detil
yang memikat, yang bisa jadi mengundang pembeli untuk meraihnya dari deretan
buku-buku di rak toko buku <(^_^)? Sembari berharap dengan cemas, diriku
mulai membuka halaman pertama, dan kisah tentang sosok Thomas Cale kembali
memenuhi pikiranku. Klan Materazzi terpandang kini hancur, tercerai-berai
akibat peperangan melawan Kaum Sang Penebus. Demi menyelamatkan keluarga dan
anggota Materazzi yang masih tersisa, Arbell Materazzi – satu-satunya keturunan
penguasa yang masih hidup, membuat perjanjian dengan Penebus Bosco dan
menyerahkan pria yang mencintai sekaligus telah menyelamatkan nyawanya, Thomas
Cale. Pengkhianatan Arbell sangat mengguncang Thomas dan ia bersiap-siap
menghadapi siksaan dan kematian yang mengerikan di tangan Bosco – mentor yang
selalu membuat Thomas menderita sepanjang hidupnya ...
Di luar dugaan, Penebus
Bosco justru memiliki rencana tersendiri memanfaatkan kemampuan Thomas yang
telah berkembang pesat melebihi perkiraannya. Ia sengaja mengangkat pamor
Thomas sebagai ‘pahlawan’ yang membuat kemenangan atas Materazzi terwujud.
Tiada yang mengetahui kebenaran di balik pembunuhan Penebus Picarbo yang
dilakukan Thomas di Kuil Penebus yang membuatnya melarikan diri bersama Si
Samar Henri dan Kleist, karena Penebus Bosco telah membungkam dan menutup rapat
peristiwa yang bisa mengundang skandal mengerikan bagi kaum Penebus. Dengan
memanfaatkan kemarahan dan kemurkaan Thomas terhadap orang-orang yang menyakiti
hatinya, ia mulai melancarkan serangkaian strategi yang akan membawa dirinya
pada cita-cita tertinggi : menjadi penguasa setara Paus untuk membuat dunia
yang lebih baik bagi manusia di dunia. Bukan hal yang mudah, karena Thomas Cale
bukan lagi bocah kurus yang selalu ketakutan akibat hajaran demi hajaran yang
diterimanya selama dibawah bimbingan Bosco saat di Kuil Penebus.
Di sisi lain,
keberangkatan rombongan kaum Penebus yang membawa Thomas Cale ternyata diikuti
oleh rombongan kecil yang dipimpin oleh Idris Pukke bersama Si Samar Henri dan
Kleist. Ide awal mereka adalah membebaskan Thomas sebelum dibawa masuk kembali
ke dalam Kuil Penebus. Alangkah terkejutnya mereka ketika mendapati rombongan
Bosco justru tidak segera menuju Kuil, dan perjalanan panjang serta petualangan
menegangkan, menghadang maing-masing dari mereka. Thomas Cale, Si Samar Henri
dan Kleist yang pernah bersatu-padu menggabungkan kekuatan fisik serta pikiran
saat menghadapi bahaya dan musuh-musuh yang mengintai, kini dihadapkan pada pilihan
jalan yang berbeda-beda. Permasalahannya, manakah jalur yang akan mereka pilih
demi masa depan masing-masing, dan bagaimana jika nantinya jalur mereka kembali
bersimpangan yang memaksa mereka untuk berhadapan sebagai musuh ? Siapakah yang
berada pada sisi kebenaran dan apa yang disebut sebagai kejahatan jika tiada
satu pun ‘hakim’ yang layak untuk menentukan nasib dan masa depan manusia –
selain Tuhan ...
Buku kedua ini kembali
menimbulkan reaksi yang membingungkan bagi diriku. Alih-alih menarik garis
tegas antara batas hitam dan putih atau kebenaran dan kebohongan, hingga
kebaikan dan kejahatan, semuanya bercampur-baur menggoyahkan keyakinan maupun
pemahaman pada sisi mana kita akan berpihak, atau dalam kasus ini, pada sisi
mana para karakter akan menentukan pilihan kehidupan masa depan mereka. Jika
pada buku pertama, hanya ada dua pihak yang berlawanan, maka kisah kali ini
memberikan aneka ragam pilihan, masing-masing memiliki tingkat kesulitan dan
resiko yang sama besarnya. Tiada kejelasan tentang latar belakang dan seting
waktu kisah ini, kecuali bahwa ini terjadi pada masa setelah Putra Allah turun
ke dunia sebagai Penebus, tidak mempermudah pemahaman akan konsep waktu bagi
pembaca yang tidak terbiasa dengan bacaan fantasi ala sci-fi. Apalagi penulis
bukannya mengambil waktu di masa depan, justru mundur berabad-abad lampau,
menciptakan periode waktu dan komunitas hingga pemerintahan yang sama sekali
baru dan unik.
Sebagai pecinta genre
historical fiction, terus terang diriku lebih menyukai kisah dengan fokus pada
periode tertentu dan detil akan peristiwa atau karakter yang bisa dikembangkan
menjadi sebuah kisah tersendiri. But then again, I’m not the writer, just a
reader ... yang mau tidak mau berusaha menyesuaikan pemahaman konsep yang
diberikan oleh sang penulis. Ibarat gado-gado (sejenis masakan dengan
mencampur-adukkan aneka ragam bahan), maka ‘racikan’ ini membuatku terkejut,
asing, bingung, sekaligus penasaran. Dari awal hingga akhir, aneka kejutan
muncul satu demi satu, hingga tak dapat kutebak, ke mana arah dan tujuan sang
penulis membawa perkembangan karakter melalui sudut pandang sosok Thomas Cale.
Ia adalah sosok yang tak pernah meminta di lahirkan di dunia yang kacau-balau,
dimana kebangkitan Putra Allah yang menebus dosa manusia, meninggalkan warisan
yang diputar-balikkan oleh oknum-oknum yang memilih ‘kebenaran’ yang dirancang
sebagai keyakinan yang wajib dianut oleh manusia-manusia lainnya.
Mengetahui fakta dirinya dijual
oleh kedua orang tuanya semenjak kanak-kanak untuk dibawa ke Kuil Penebus,
menjalani lebih dari sepuluh tahun kehidupan penuh siksaan, derita dan ujian
tiada henti yang dilakukan oleh mentornya, Penebus Bosco, sebagai eksperimen
untuk menciptakan manusia super, serdadu yang tangguh, tidak kenal takut
terutama pada kematian, alat pembunuh yang efektif yang ditempah semenjak usia
dini ... bisa dibayangkan bagaimana wujud nyata sosok Thomas Cale. Sekian lama
terkurung dalam kehidupan terisolasi, hingga melihat kehidupan dunia nyata
semasa pelarian, jatuh cinta pada sosok dewi yang akhirnya mengkhianati
kepercayaannya. Dunia yang ada di benak Thomas Cale merupakan neraka dan ia tak
mampu keluar dari lingkaran setan yang membuat dirinya menjadi Pembunuh bengis
berdarah dingin, pahlawan bagi pihak teretentu, monster bagi pihak lainnya. Tiada
kawan atau sahabat, nyaris tidak mampu memahami kasih sayang karena lingkungan
sekitar tidak mengijinkan dirinya untuk sekedar bersantai atau menikmati berkah
dalam kehidupan.
Menjelang akhir, terbelah
antara rasa kasihan akan jalan kehidupan Thomas Cale harus bercampur dengan
rasa jijik dan muak akan detil dan deskripsi yang muncul sepanjang kisah ini.
Jika Anda menyukai segala kebejatan moral seperti kehidupan bebas era Kerajaan Romawi
hingga kebrutalan keluarga Borgia dalam mengambil kekuasaan penuh melalui
Vatikan, well, kisah ini sedikit banyak menyoroti hal-hal yang membuat sejarah
bisa dikatakan ‘menarik’ karena penuh skandal yang acapkali sangat absurb bagi
benak ‘normal’ ... Di sisi lain, harus kuakui daya imajinasi dan kreatifitas
sang penulis hingga mampu menciptakan dunia yang sama sekali berbeda dari
kenyataan, namun tetap terasa surreal
karena bagian-bagian yang muncul merupakan fakta ‘sejarah’ yang tercatat, meski
satu sama lain berbeda periode waktu. Hal yang menonjol, bagaimana sejarah Sang
Penebus yang menjadi sebuah keyakinan – agama tersendiri yang mengajarkan
manusia untuk hidup dalam ketakutan, tunduk pada aturan, dan berani mengambil
nyawa manusia lain demi alasan yang cukup gila. Tanpa pengampunan atau kasih
sayang.
Penggambaran Thomas Cale –
manusia pembunuh yang beringas namun bisa berbelas kasih pada pelayannya,
menepis teori bahwa serdadu super harus dibentuk dari manusia-manusia berbakat
yang dipilih, dengan mengambil kaum Purgator (kaum pendosa, terhukum yang
dianggap cacat seumur hidup) untuk dilatih menjadi pasukan berani-mati, membuat
diriku sekali lagi terbelah antara kagum sekaligus sangat-sangat tidak menyukai
‘the other sideof him’ ... but then again, jika semenjak kanak-kanak telah
ditempah menjadi sosok yang tidak menusiawi, mungkin sosok Thomas Cale bisa
dimaklumi keberadaannya. Akhirnya, meski tidak mampu memberikan rating yang
lebih tinggi karena banyak ketidak-sukaan sepanjang kisah ini, tak bisa
kupungkiri, penulis entah cukup gila atau brilian dalam menuangkan aneka ide
nan absurb menjadi kisah perjalanan hidup Thomas Cale.
Apa lagi yang bisa
dikatakan tentang Penebus yang bereksperimen mengambil organ kewanitaan saat
korbannya hidup, atau Paus (yang ternyata wanita) dan telah memerintahkan
pembunuhan dan penyiksaan brutal terhadap kaum wanita yang berani berbicara
atau melakukan tindakan yang dianggap menentang aturan Gereja. Yang jelas, buku
ketiga masih menjadi sumber rasa penasaranku, untuk mencari kebenaran dari
kisah ini ... atau sebagaimana penulis sampaikan, kebenaran atau fakta dalam
sejarah tidak dapat dipercaya 100% karena tiada seorang pun yang bisa
membuktikan. Catatan sejarah yang ditemukan adalah karya pihak-pihak yang
menang dalam peperangan, yang terjadi silih berganti selama berabad-abad, satu
pemerintahan dengan pemerintahan lainnya. Tanpa adanya keyakinan teguh akan
dasar-dasar agama, bisa jadi kisah ini merupakan kebalikan fakta yang ‘normal’nya
dipercayai oleh manusia ...
[
more about this author & related works, just check on here : Paul Hoffman | on
Wikipedia | on Goodreads | The Left Hand of God's site ]
Best Regards,
HobbyBuku
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/