Judul Asli : HALF BAD
[
book 1 of HALF LIFE TRILOGY ]
Copyright © by Sally
Green, 2014
Penerbit Mizan Fantasi
Alih Bahasa : Reni
Indardini
Editor
: Rina Wulandari
Proofreader : Nunung
Wiyati
Layout : Axin Makruf
Desain sampul : Fahmi
Ilmansyah
Cetakan I : Maret 2015 ; 432
hlm ; ISBN 978-602-1606-98-8
Harga Normal : Rp. 74.000,-
Rate : 3 of 5
Namaku Nathan. Aku
memiliki 3 orang kakak, Jessica, Deborah dan Arran. Aku tak pernah mengenal
Ayah, Dean Byrn – yang dikatakan telah meninggal sebelum diriku lahir. Ibuku
Cora Byrn – menyusul wafat saat diriku masih kanak-kanak. Kemudian kami
berempat diasuh oleh nenek dari ibu, Elsie Ashworth. Ketika diriku sudah cukup
besar, satu hal yang kuketahui dengan jelas, bahwa diriku sama sekali berbeda
dengan ketiga kakakku. Keluargaku semuan adalah Penyihir Putih dengan bakat dan
karunia kemampuan Sihir yang luar biasa. Sedangkan diriku, tampaknya juga
memiliki kemampuan khusus – yang justru membuatku dijauhi oleh siapa pun.
Ternyata Aku adalah putra ibu namun memiliki ayah yang berbeda. Ayah kandungku
bernama Marcus Edge – Penyihir Hitam
yang sangat menakutkan, dan ia juga membunuh Ayah – Dean Byrn, sebelum
‘mengambil’ kemampuan sihirnya. Jessica – kakakku sangat membenci diriku dan
selalu mengingatkan bahwa diriku sebagai penyebab kematian ibu, yang melakukan
bunuh diri mendapati masa depan yang mengerikan dengan melahirkan diriku – anak
keturunan Penyihir Hitam, seorang Bastar !!
Sebuah sajian kisah
fantasi yang tidak biasa !! Saat pertama kali versi Inggris muncul di salah
satu toko buku import, terus terang diriku tertarik pada sinopsis dan desain
sampulnya yang unik. Ditambah dengan adanya rekomendasi sebagai salah satu
‘Bestselling YA Fiction Debut 2014’ – maka saat edisi terjemahan ini muncul,
diriku tak sabar untuk segera mengetahui apa keistimewaan karya Sally Green.
Dari awal pembuka, tema seputar kehidupan dan konflik berkepanjangan antara
kelompok Penyihir Hitam dan Penyihir Putih selama berabad-abad, menarik untuk
disimak, terutama dari sudut pandang karakter yang tidak biasa. Nathan Byrn
terlahir sebagai ‘Bastar’ – kaum terbuang karena memiliki ayah Penyihir Hitam
dan ibu Penyihir Putih, sesuatu yang terlarang bagi masyarakat Penyihir. Hal
ini semakin memburuk karena ayah kandungnya membunuh suami ibu kandungnya
sekaligus ayah kandung bagi ketiga kakaknya. Dan beban penderitaan Nathan
bertambah tatkala mengetahui ibunya meninggal akibat bunuh diri tak lama
setelah kematian suaminya. Semenjak kecil, Nathan dikucilkan oleh masyarakat
termasuk anggota keluarganya. Hanya Deborah dan Arran, dua orang kakaknya
beserta sang nenek yang mengambil alih pengasuhan ketiga cucunya, yang tetap
mengasihi Nathan apa adanya.
Sekedar membayangkan
kehidupan sehari-hari Nathan tidak pernah cukup tanpa membaca uraian yang
ditulis dengan sangat gamblang. Jika ada yang pernah mengatakan kisah Harry
Potter sangat kelam untuk bacaan anak-anak, maka siksaan dan deraan yang
dialami oleh Nathan bisa dikatakan melampaui batas manusiawi. Ia bukan sekedar
menjadi korban ‘bullying’ tetapi juga mengalami siksaan fisik yang menimbulkan
bekas luka mengerikan sepanjang hidupnya, hanya karena menyukai persahabatan
yang ditawarkan oleh satu-satunya gadis menarik di sekolahnya. Ia harus
menjalani kehidupan bagaikan hewan, dikurung dalam kerangkeng di udara luar,
menjalani latihan fisik yang melampai batas rasa sakit, dan tentu saja sama
sekali tak memiliki kebebasan atau hak untuk menentukan pilihan apa pun.
Penggambaran kisah sosok Nathan, mengingatkan diriku akan gaya penulisan Mark
Lawrence melalui kisah Prince of Thorns (yang juga tidak kalah dalam penyajian
adegan-adegan brutal nan sadis penuh kekerasan, selengkap tentang kisah ini
silahkan simak reviewnya di SINI), walau tidak se-ekstrim kisah Thomas Cale
karya Paul Hoffman (selengkapnya tentang kisah ini, silahkan simak reviewnya di
SINI).
Sebagaimana versi YA yang
marak akhir-akhir ini, kisah ini juga ditulis dalam perpaduan antara tema
‘magic’ dengan seting abad pertengahan hingga era modern, namun menghadirkan
sedikit unsur ‘time-travel’ yang digambarkan sebagai kemampuan ‘membekukan
waktu’ hingga ‘membuat robekan lintasan waktu’, disertai beberapa unsur ilmiah
seperti gelang belenggu yang berisi asam sulfat, tampak jelas penulis berusaha
menyajikan kisah yang ‘fresh’ dan ‘berbeda’ – dan patut diacungi jempol atas
ide-ide tersebut. Tetapi dalam proses ‘menyimak’ untuk mendapatkan kesan
khusus, entah apakah diriku mengalami ‘kebosanan’ hingga nyaris tertidur pada
beberapa bagian, sehingga ada detil-detil yang ‘hilang’ tanpa penjelasan lebih
lanjut. Munculnya karakter-karakter baru secara tiba-tiba pada suatu adegan
(tanpa penjelasan) dan baru kupahami setelah ‘berusaha’ membaca halaman-halaman
berikutnya, dan terjadi berulang kali, cukup mengganggu proses kenyamanan
(karena kusangka telah terlewatkan hingga kubalik-balik lagi halaman-halaman
sebelumnya untuk mencari kejelasan, dan ternyata justru muncul
belakangan). Bahkan penggambaran
beberapa karakter membuatku ‘salah-duga’ tentang jenis kelamin mereka, yang
awalnya kusangka pria ternyata wanita, dan sebaliknya, bahkan ada unsur
‘sedikit’ menyukai ‘sesama-jenis’ yang tersirat di dalamnya (kecuali, sekali
lagi diriku salah persepsi tentang penggambaran sang penulis).
Jangan salah sangka bahwa
diriku tidak menyukai jenis kisah LGBT, hanya saja penjabaran dan deskripsi
yang diberikan oleh penulis seakan sengaja mengarah pada hal yang berbeda, atau
berputar-putar tanpa kejelasan hingga akhir. Salah satu adegan yang cukup
mengganggu, ketika Nathan digambarkan ‘menyusul’ sekutu barunya untuk
menjalankan sebuah misi, ia hanya perlu ‘berlari’ dan dalam sekejab tiba di
tujuan, anehnya saat ia berusaha kembali, hal itu memakan waktu berhari-hari
(0_0) – sekali lagi, apakah memang diriku tertidur saat membaca adegan-adegan
tersebut, atau memang penjabaran penulis ‘sedikit’ di luar logika secara
normal. Sesuai dengan judul kisah ini, “HALF BAD” – maka pengalamanku dalam
menikmati perjalanan kisah Nathan Byrn benar-benar ‘Half-Bad’ ... separuh awal
kisah cukup bagus dan mengundang rasa penasaran, separuh kisahnya hingga akhir
justru banyak kebingungan (dan kebingungan) yang membuatku pusing untuk bisa
menikmati kisahnya hingga tuntas. Apakah ada pengaruh dengan pilihan kosa kata
yang terkadang terasa janggal ? Mmm... memang agak mengganggu, walau secara
keseluruhan tidak terlalu ‘parah’ sebagaimana kasus edisi terjemahan lain. Terus
terang diriku mempertanyakan apakah kategori ‘Bestselling YA Fiction Debut’ ini
berkaitan dengan (lumayan) banyaknya adegan unsur kekerasan (baca : penyiksaan)
sepanjang kisah ini ? Seperti juga karya Mark Lawrence melalui Prince of Thorns
? Mmmm ... again, tampaknya label (rekomendasi) tersebut tidak sesuai dengan
seleraku ... dan bagi pembaca lain yang belum ‘menikmati’ kisah ini, silahkan
saja dicoba, semoga saja pengalaman Anda sama sekali berbeda dengan yang
kualami (^_^)
Book
Trailer “Half Bad” by Sally Green
[
more about the author & related works, just check at here : Sally Green | on Goodreads |
on Wikipedia ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/