Books
“THE LEFT HAND OF GOD”
Judul Asli : THE LEFT HAND OF GOD
[
book 1 of THE LEFT HAND OF GOD Trilogy | THOMAS
CALE Series ]
by Paul Hoffman
Copyright © 2010 by Paul
Hoffman
Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Renny
Cetakan
I : Maret 2014 ; 452 hlm ; ISBN 978-602-02-2985-0
Rate : 3.5 of 5
Kuil Penebus di Lereng Shotover
merupakan salah satu dari kuil-kuil yang masih berdiri kokoh meski tiada
seorang pun mengetahui bagaimana kehidupan para penghuninya. Dikelilingi oleh
dinding tembok tinggi nan tebal, Kuil Penebus tersembunyi dan terpencil dari
lingkungan pemukiman atau peradaban lainnya. Tiada tanda-tanda kehidupan yang
muncul di permukaan, karena sebuah peradaban hidup dan berkembang jauh di bawah
permukaan tanah, terbentuk dari penggalian bukit-bukit serta batu-batuan,
gua-gua yang diperbesar, dan disanalah sebuah rencana besar dijalankan selama
bertahun-tahun.
Mayoritas penghuni Kuil
ini terdiri dari kumpulan bocah laki-laki, dari usia sangat kecil (rata-rata
dibawah 10 tahun) hingga remaja, mereka dibawa dari dunia luar memasuki dunia
yang diharapkan menjadi pilihan kehidupan baru yang lebih menyenangkan, namun
justru berhadapan dengan aneka mimpi buruk yang tak pernah lenyap sepanjang
kehidupan mereka. Anak-anak ini harus menjalani rutinitas kehidupan yang penuh
dengan doktrinasi kehidupan jauh dari kesenangan duniawi, kepentingan pribadi,
hak-hak asasi, serta disiplin tinggi ala militer yang dengan mudah menjatuhkan
hukuman siksaan dan deraan terhadap mereka yang melanggar, membangkang, atau
sekedar lalai ...
Jati diri mereka dilucuti
semenjak memasuki Kuil Penebus, masing-masing diberikan nama baru, dan dilarang
keras mengingat masa lalu mereka. Tak heran banyak sekali yang melupakan siapa
sebenarnya mereka, terutama yang dibawa masuk semenjak masih kanak-kanak.
Thomas Cale – salah satu bocah yang berusaha sekeras mungkin bertahan dalam
siksaan setiap harinya. Ia tak pernah lagi mengingat masa lalu atau nama
aslinya. Hanya satu hal yang menjadi tujuannya. Selamat menjalani kehidupan
selama satu hari penuh, tanpa siksaan atau aneka percobaan yang diperintahkan
oleh para Penebus terhadap dirinya.
Thomas Cale menyadari satu
hal, ia tahu, dirinya ‘sangat-berbeda’ dengan anak-anak lainnya. Karena itu
pula ia selalu menjadi sasaran siksaan dan deraan yang sangat mengerikan, namun
anehnya ia bukan hanya mampu bertahan, tetapi juga mengembangkan pengetahuan
dan pemikiran, tentang strategi militer, mengalahkan musuh dan bertarung
melawan siapa pun hingga salah satu diantara mereka tewas ... sejauh ini, ia
masih hidup !! Thomas Cale menjalankan perannya sesuai peraturan, jika ia
melanggarnya dengan sengaja, ia memastikan tidak satu pun para Penebus yang
mengetahuinya.
Dan suatu hari, saat
menjalankan perintah Penebus Bosco – Lord Militan, agar ia segera menghadap
Penebus Picardo – Lord Disiplin yang sangat ditakuti akibat kegemarannya
melakukan aneka siksaan mengerikan, Thomas Cale melihat ‘sesuatu’ yang begitu
menakutkan, membuat dirinya langsung mengambil langkah untuk mencegah perbuatan
Lord Disiplin berlangsung lebih lama. Maka Lord Disiplin tewas di tangan Thomas
Cale, saat ia berusaha menyelamatkan seorang gadis remaja dari meja siksaan
yang mengerikan. Membayangkan resiko yang akan ia terima, maka Thomas Cale
memutuskan melarikan diri membawa serta gadis bernama Riba, disertai kedua
sahabatnya Kleist dan si Samar Henri.
Maka dimulai petualangan
baru di dunia luar, yang sama sekali tak pernah diketahui atau dibayangkan oleh
ketiga bocah laki-laki serta gadis remaja yang tampaknya telah hidup dalam
kenyamanan dan kenikmatan suaka para gadis terpilih untuk menjadi pengantin
Penebus yang Agung (meski berdasarkan kenyataan dan pengalaman Riba serta Cale,
gadis-gadis itu berada di atas meja operasi, dibedah hidup-hidup oleh Lord
Disiplin). Dari usaha menyembunyikan diri dari kejaran pasukan para Penebus,
hingga tersesat dalam badai dan bertemu dengan pasukan kota Memphis, mereka
menempuh perjalanan panjang dan mendapati dunia luar sangat aneh, unik, menarik,
menakutkan sekaligus penuh tantangan berat.
Dari status buronan,
gelandangan hingga tawanan, akhirnya atas perlindungan Lord Vipond – duta besar
Memphis yang ‘bertemu’ tanpa sengaja dengan rombongan ini kala nyaris tewas
akibat serangan gelap musuh, Thomas Cale, Henri dan Kleist serta Riba, berusaha
menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang cukup pelik. Ternyata di dunia
luar, mereka harus berurusan dengan manusia-manusia yang beraneka ragam, yang
takut akan keberadaan mereka, yang mencemooh, menghina hingga berusaha
melenyapkan mereka. Terlatih akan siksaan, deraan serta disiplin yang dijalani
sepanjang di Kuil Penebus, terutama bagi Thomas Cale, gangguan-gangguan
tersebut masih bisa ia atasi. Hingga ia bertemu dengan anggota keluarga
Materazzi – Penguasa Kota Memphis.
“Sudah lama kita hanya dipersiapkan untuk memikirkan pembelotan para Antagonis ini dan perang kita terhadap mereka. Kita sudah melupakan bahwa mereka hanya kepentingan sekunder bagi tujuan kita untuk tidak memperkenankan tuhan selain Satu Tuhan Sejati, dan tidak ada kepercayaan selain Satu Keyakinan Sejati. Kita adalah perwakilan Tuhan di bumi ini melalui Penebus-Nya. Ada satu tujuan akan keberadaan kita, dan kita sudah melupakannya karena kita takut. Jadi keadaannya harus berubah : lebih baik jatuh sekali daripada jatuh selamanya. Entah kita percaya atau tidak bahwa Tuhan ada di sisi kita. Kalau itu yang benar-benar kita percayai, dan bukannya apa yang kita rasa untuk kita percayai, maka itu dipahami bahwa kita harus mengejar kemenangan mutlak atau tidak sama sekali.” [ p. 52 – 53 ]
Kisah ini merupakan salah
satu bacaan yang bisa kukatakan masuk kategori ‘unik’ secara keseluruhan. Dari
segi tema yang memadukan legenda dan unsur supranatural, latar belakang yang bercampur
antara dunia mideveal dengan modern, lebih mirip dunia antah berantah bagai
kisah 1001 malam, unsur mistis dengan pengetahuan serta tehnologi, semuanya
berbaur dalam alur yang berjalan cukup lambat. Karakter yang muncul tak kalah
uniknya, penuh dengan misteri dan menimbulkan sekumpulan tanda tanya yang
semakin lama semakin membesar hingga menjelang akhir kisah buku pertama ini.
Hal ini tidak dipermudah
dengan gaya penulisan yang ‘mirip’ dengan bacaan klasik, penuh dengan
penjabaran serta detil yang panjang, hingga tiadanya penggalan / perpindahan paragraf yang
membedakan perpindahan karakter atau latar belakang. Perubahan sudut pandang
orang pertama, bisa mendadak beralih menjadi untaian narasi oleh narator, yang
terkadang tidak jelas siapa gerangan, atau berubah menjadi sudut pandang orang
kedua, ketiga, dst-nya. Jika Anda memutuskan hendak membaca kisah ini, siapkan
kesabaran tingkat tinggi untuk mengikuti alur kisah yang ‘tidak nyaman’ dan
meloncat-loncat tanpa aturan.
Secara keseluruhan,
terlepas dari ide serta keanehan yang muncul dan adegan brutal hingga vulgar
pada beberapa bagian (mungkin bisa jadi mirip Games of Thorne) ... kisah ini
cukup ‘melelahkan’ untuk dituntaskan meski hanya 400 halaman (ohhh, jangan dilupakan,
unsur ‘font huruf’ yang digunakan untuk versi terjemahan ini sangat kecil dan
rapat-rapat ... just imagine of that !!). Untuk versi atau kategori kebrutalan,
well, bayangkan saja segerombolan anak-anak yang dilatih semenjak usia 10 tahun
untuk menjadi pasukan tempur dengan ilmu bela diri dengan tujuan bukan sekedar
untuk menang melainkan juga menghabisi lawan dengan cepat dan sebanyka mungkin.
Yang jelas, hingga akhir kisah, diriku tak bisa menentukan, manakah yang
termasuk golongan protoganis, dan mana karakter-karakter antagonisnya.
~ This Post are include in
2014 Reading Challenge ~
32th Book in
Finding New Author Challenge
90th Book in
TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
aakk.. pertama kali lihat cover bukunya langsung keinget sama Prince of Thorns-nya Mark Lawrence. agak mirip-mirip soalnya, terus tokoh utamanya pun hampir seumuran. dan sepertinya genre ceritanya hampir mirip-mirip, and I like it :), reviewan ini bener-bener buat saya tertarik banget dengan novel ini ><, saya selalu suka semua cerita dengan unsur supernatural, ditambah dengan latar-latar semi kolosal, and I swear I will like this novel so bad. walaupun diakhir review sedikit membuat saya down dengan informasi tentang jumlah halaman dan of course, font! But, I would like to challange my self to enjoy reading this novel, aakk.. thank you for the review :) tambah lagi buku fantasy yang masuk ke list wajib di baca. oke sip.
ReplyDelete#p.s: sudah pernah mereview trilogy broken empire nya Mark Lawrence? kalau boleh request saya ingin hobby buku mereview nya juga, he, soalnya saya tertarik banget saya novel-novelnya Mark Lawrence, dan review-annya bisa langsung di link-kan ke beliau, saya yakin, beliau bakal appreciated banget! (ini hanya masukan aja+request, hehe ._.)
soalnya saya juga suka review-review novel di alice's wonderland :) apalagi cerita fantasy dengan genre-genre seperti novel-novel ini :).
sukses terus me-review-nya :D!
Hi Mia, iyaaa nih, belum sempat baca buku Mark Lawrence, banyak yg rekomendasi malahan. Smg bisa sempat deh dalam tahun ini bacanya :D
Delete