Books
“NUMBERS”
Judul Asli : NUMBERS – TIME TO RUN
[
book 1 of NUMBERS Series ]
Copyright © 2009 by Rachel
Ward
Penerbit Ufuk
Alih Bahasa : Dina Begum
Editor : Siti Aenah
Prooferader : Tendy
Yulianes Susanto
Layout : Husni Kamal (Ufukreatif Design)
Desain sampul : Apung
Donggala (Ufukreatif Design)
Cetakan I : Februari 2012
; 464 hlm ; ISBN 978-602-9159-78-3
Rate : 3.5 of 5
Manusia dilahirkan dengan
kemampuan serta bakat yang berbeda-beda, yang membuat timbulnya perbedaan
status dan kelas yang ditentukan oleh lingkungan sekitar. Beberapa di antara
mereka memiliki kemampuan yang membuat mereka ‘diterima’ dalam kalangan
tertentu, sebagian lagi masuk dalam kategori manusia normal karena tidak
memiliki ‘sesuatu’ yang menonjol atau terlihat langsung oleh masyarakat umum.
Namun ada sebagian kecil yang memiliki kemampuan luar biasa, bahkan tidak ada
yang memiliki kemampuan serupa yang mereka miliki. Tetapi alih-alih menganggap
hal tersebut sebagai kelebihan yang bisa ditonjolkan atau dimanfaatkan dengan
baik, mereka menganggap bakat dan kemampuan tersebut sebagai ‘kutukan’ dan
siksaan sepanjang kehidupan mereka ...
Jem adalah gadis berusia
15 tahun yang masuk dalam kategori remaja bermasalah dan untuk itu ia harus
mengikuti kelas khusus. Ia menjadi yatim-piatu pada usia kanak-kanak, namun
berubah dalam sekejab menjadi manusia yang berbeda semenjak kematian ibunya.
Semenjak kecil Jem mampu ‘melihat’ angka-angka yang tertera di atas kepala
setiap manusia yang ia jumpai. Dulu, ia merasa dirinya sangat pandai dengan
menyebut rangkaian angka-angka tersebut. Hingga saat ibunya tewas akibat
overdosis, Jem baru memahami bahwa angka yang ia lihat selama ini adalah waktu
penanda kematian ibunya. Berarti selama ini Jem mampu melihat kapan tepatnya
manusia-manusia di sekelilingnya akan tiada, tanpa tahu bagaimana cara mereka
akan meninggalkan dunia, dengan sewajarnya atau mengalami kecelakaan atau
terbunuh.
“Hari yang paling menyenangkan. Bangun. Sarapan. Pergi sekolah. Bosan, seperti biasanya. Berharap aku tidak berada di sana, seperti biasanya. Anak-anak tak mengacuhkanku, bagiku tak mengapa. Duduk bersama anak-anak bodoh lainnya – kami begitu istimewa. Membuang-buang waktuku saja. Kemarin juga sama, dan hari itu berlalu begitu saja. Esok mungkin tidak akan pernah datang. Hanya ada hari ini. Inilah hari terbaik dan terburuk. Sejujurnya, hari ini sampah.” [ p. 42 ]
Bukan hal yang menyenangkan
saat menatap mata seseorang dan melihat angka kematian mereka melayang-layang
di atas kepala mereka. Karena itu juga Jem menghindari kedekatan dengan siapa
pun juga. Bahkan kebaikan ibu angkatnya, Karen yang berusaha menembus
pertahanan Jem, harus menerima kenyataan bahwa gadis ini tak akan membuka
hatinya pada siapa pun juga. Hingga muncul Spider – cowok aneh yang kebetulan
satu kelas dengan Jem. Mereka tak pernah dekat atau pun saling tegur sapa,
apalagi pembawaan Spider yang ceria dan suka berceloteh, sama sekali bertolak
belakang dengan kegemaran Jem untuk menyendiri. Dan suatu hari tanpa ada
pertanda khusus, Spider mulai ‘mengusik’ ketenangan Jem yang selalu memilih
untuk menjauh dari teman-teman sekelasnya. Jem berusaha menghindari Spider,
terlebih karena ia mampu melihat ‘angka kematian’ pada diri Spider yang akan
terjadi dalam waktu dekat.
Kisah ini ternyata sama
sekali berbeda dengan bayanganku, alih-alih sebuah sajian kisah fantasi tentang
gadis berkemampuan khusus, kisah ini lebih sarat akan pesan moral dan dampak
psikologis pada sosok gadsi remaja yang sama sekali tidak memahami makna sebuah
kehidupan. Karakter Jem digambarkan sebagai gadis yang besar dengan pemikiran
penuh kegetiran dan kepahitan, bahwa dunia ini tidak cukup berharga untuk dinikmati,
dan ia menyalahkan kemampuannya yang bisa membaca ‘angaka kematian’ oarng-orang
yang ada di sekelilingnya. Ditambah dengan peristiwa traumatis saat ia
menyadari makna kemampuannya bukanlah sesuatu yang menyenangkan, ketika ia
menemukan ibunya tewas akibat overdosis di tempat tidurnya. Kesedihan dan rasa
takut yang dialami gadis cilik itu berubah menjadi kemarahan karena sang ibu
membiarkan hidupnya berakhir dengan sia-sia, dan meninggalkan dirinya seorang
diri.
“Mungkin Tuhan yang memberikan kemampuan itu kepadamu. Mungkin itu bukan anugerah untukmu, melainkan anugerah untuk kami semua. Kau adalah saksi mata, Jem. Kau menyaksikan fakta bahwa kami semua makhluk fana. Bahwa hari-hari kami di sini sudah ditentukan, bahwa hanya tinggal sedikit waktu. Kami tahu tentang kematian, tetapi memilih untuk melupakannya – terlalu getir untuk dihadapi. Itulah yang membuatku sadar kemarin. Kami memilih untuk melupakannya. Tapi Tuhan mencintaimu, Jem. Dia memilihmu dan akan memberikan kekuatan kepadamu. Dia memberikan anugerah kehidupan kepadamu.” [ p. 405 – 406 ]
Sejujurnya karakter Jem
bukanlah sosok yang kusukai, namun tak dapat dipungkiri, seiring dengan
perkembangan kisah ini, diriku menaruh rasa kasihan pada gadis yang tidak mampu
‘berkomunikasi’ untuk melepas beban yang selama ini membuatnya berubah menjadi
sosok yang begitu negatif. Kisah yang juga menggambrakna pemberontakan ala
remaja, dengan cara melarikan diri dan berangan-angan hidup penuh kemewahan di
suatu tempat, sungguh sangat kekanak-kanakan dan hampir sepanjang kisah tentang
pelarian ini, ingin ku-getok kepala kedua remaja ini yang sama sekali tidak
berpikir secara logis. Dengan ending yang terus terang membuatku terkejut,
penulis menggiring pembaca untuk melalui suatu proses baru. Karakter Jem yang negatif
dan kekanak-kanakan, akhirnya mengalami titik kulminasi yang memaksanya berubah
untuk menjadi lebih dewasa dan (akhirnya) menyadari pentingnya arti kehidupan.
Note : kemampuan untuk
melihat ‘angka kematian’ ini sedikit mirip dengan kisah film ‘Final
Destination’ tentang sekelompok remaja yang berusaha ‘menipu kematian’ dengan
melakukan perubahan yang akan menggiring mereka pada jalur kehidupan yang sama
sekali berbeda dengan jalur sebelumnya. Dimulai dari seorang remaja yang
‘bermimpi’ tentang kematiannya, ia melakukan tindakan yang memastikan dirinya
tidak berada pada situasi yang membahayakan. Pada kesempatan pertama ia
berhasil lolos, tetapi ternyata tidak semudah itu untuk ‘cheating-on-death’
karena Ia akan mengincar kesempatan berikutnya dalam waktu dekat. Jika dirimu
ditawari untuk mengetahui kapan tepatnya akan meninggal dunia, akankah
kesempatan itu kau ambil ?
“Kalau aku punya kesempatan untuk mengetahui kapan aku akan mati, apa aku akan meraihnya ? Karena dengan mengetahuinya akan merubah semuanya. Bagaimana jika pengetahuan itu justru menjerumuskanmu dalam keputusasaan, bahkan bunuh diri sebelum waktunya ? Bisakah itu terjadi ? Bisakah kita mengakali angka, dengan mencabut nyawa sebelumnya ? Tapi itu berarti angak-angka itu bisa berubah ... benarkah ?” [ ~ from NUMBERS by Rachel Ward ]
[ more about this author & related
works, just check at here : Rachel
Ward | on
Goodreads | on
FantasticFiction ]
~ This Post are include in
2014 Reading Challenge ~
99th Book in
Finding New Author Challenge
244th Book in
TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/