Judul Asli : INTO THE STILL BLUE
[
book 3 of UNDER THE NEVER SKY Series ]
Copyright © 2014 by
Veronica Rossi
Penerbit Mizan Fantasi
Alih Bahasa : Dina Begum
Editor
: Dyah Agustine
Proofreader
: Emi Kusmiati
Desain & ilustrasi
sampul : Windu Tampan
Cetakan I : Oktober 2015 ;
424 hlm ; ISBN 978-979-433-893-3
Harga Normal : Rp. 59.000,-
Rate : 4 of 5
Dunia sekarat. Dan dalam
hitungan hari, dipastikan badai Aether yang maha dahsyat akan mengamuk dan
menghancurkan semua yang ‘hidup’ di belahan dunia ini. Tiada secuil kesempatan
kecil untuk bisa selamat dari ancaman ini. Satu-satunya peluang tipis untuk
bisa selamat hanyalah sebuah legenda – tentang Still Blue, tempat di mana badai
Aether tidak eksis. Namun di mana tepatnya lokasi tempat itu, apakah
keberadaannya nyata atau sekedar dongeng belaka, Peregrine tahu ia harus
mengambil keputusan berat menyangkut tanggung jawabnya sebagai Pemuka Darah
Suku Tide. Dan satu-satunya kunci untuk jawaban tersebut berada di tangan Sable
– Pemuka Darah Suku Horn yang ditakuti akibat kekejamannya, pria yang juga
bertanggung jawab atas kematian Liv – kakak tercinta Perry dan kekasih hati
Roar. Dendam kesumat yang membara harus disingkirkan untuk sementara, terutama
saat mereka harus menyelamatkan Cinder yang diculik oleh Kiara – perwakilan
Sable yang dikirim untuk mematai-matai suku Tide.
Tiada yang mengetahui
rahasia kekuatan misterius Cinder, kecuali Perry, Aria dan Roar, bahwa bocah
aneh dan sulit diatur itu, memiliki kekuatan mematikan untuk mengendalikan
badai Aether. Perry telah menduga-duga, bahwa Sable akhirnya mengetahui hal
tersebut dan hendak memanfaatkan Cinder terkait dengan pencarian jalan memasuki
Still Blue. Situasi semakin lama semakin memburuk, para pengungsi suku Tide
yang kini bertambah dengan para Penghuni yang berhasil diselamatkan dari
kehancuran Pod – tempat perlindungan mereka selama bertahun-tahun,
masing-masing harus beradaptasi dan menyesuaikan hubungan yang buruk sepanjang
sejarah para Penghuni dan suku Tide (yang dijuluki sebagai Orang Liar). Perry
mendapati dirinya terjepit dalam situasi yang sama-sama buruk. Ia harus
memikirkan jalan keluar bagi nasib kaumnya (termasuk para Penghuni), sementara
hubungannya dengan Aria semakin renggang, dan Roar – sahabat sejati yang selalu
berada di sisinya, berbalik menjadi sosok yang penuh amarah serta kebencian
setelah kematian tragis Liv.
Mengingat beban tanggung
jawab yang harus ia pikul sedemikian besar, Perry tahu ia hanya memiliki satu
jalan keluar : berhadapan dengan Sable, demi menyelamatkan Cinder sekaligus
menemukan jalan menuju Still Blue – satu-satunya harapan bagi mereka semua.
Perry juga memutuskan dirinya seorang yang harus berangkat alih-alih menugaskan
sebagian dari anak buah kepercayaannya. Ia hanya mengajak beberapa pendamping,
orang-orang terpilih yang memiliki masalah serta konflik pribadi hingga nyaris
bisa dianggap berbahaya bagi misi tersebut. Perry mengajak Aria dan Roar, Soren
dan Bridget, sembari berusaha menepis kekhawatiran anak buahnya atas
orang-orang pilihan yang tidak akur satu sama lain. Namun Perry memiliki
keyakinan lain, bahwa bila tiba saatnya, persatuan rombongan kecil ini akan
mampu menerobos masuk pertahanan Sable sekaligus menyelamatkan Cinder. Strategi
sekaligus tekad bulat untuk menerobos masuk sarang Sable, ternyata mampu
dilakukan, tetapi ketika akhirnya mereka berhadapan langsung dengan Sable –
situasi berubah dan berbalik menjadi ‘perangkap-tikus’ bagi Perry dkk ...
Kisah pamungkas seri ini
jujur berlangsung di luar ekspektasiku. Berdasarkan pengalaman membaca dua
kisah pendahuluan, maka bisa kuhapus buku ini dari list koleksiku. Namun justru
buku ke-3 ini sarat dengan petualangan, pergulatan emosi sekaligus pengembangan
karakter-karakter yang berubah menjadi sosok-sosok menarik hingga nyaris diriku
melahap habis dari halaman pertama hingga akhir secepat kilat. Keberanian Perry
mengakui kelemahan dirinya sekaligus penerimaan bahwa ia mampu berbuat apapun
demi orang-orang yang ia kasihi, pemahaman Aria tentang jati dirinya yang
selama ini terombang-ambing antara para Penghuni maupun Kaum Tide, hingga
kematangan hubungan antara Aria maupun Perry ... well, it’s not chessy anymore.
Bahkan masuknya Soren dan Bridget yang sebelumnya nampak sebagai karakter
antagonis, perubahan yang mereka alami, termasuk pergulatan besar yang dialami
oleh Roar, disusul dengan keputusan yang diambil oleh Cinder yang bikin diriku
harus segera mencari tisu, ahhh ... semuanya terasa sangat kompleks,
menakjubkan sekaligus menimbulkan rasa puas tak terhingga usai membaca kisah
yang sangat-sangat menarik. And that’s why I’ll give 4 star only for the final
instalment of this series. Loveeee it !!!
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/