Books
“KERUTAN DALAM WAKTU”
Judul Asli : A WRINKLE IN TIME
[
book 1 of THE TIME QUINTET Series ]
Copyright © Madeleine
L’Engle, 2007
Penerbit Atria
Alih Bahasa : Maria M. Lubis
Editor : Ida Wajdi & Jia
Effendie
Illustrasi : Ella Elviana
Desain Sampul : Aniza P.
Cetakan I : Agustus 2010 ; 268
hlm
Rate : 4 of 5
Margaret ‘Meg’ Murry terbangun
pada suatu malam saat badai melanda wilayah kediamannya. Sesuatu telah mengusik
dirinya, selain ancaman badai dan cuaca yang tak menentu. Semenjak ayahnya ‘menghilang’
tanpa ada kabar dan kepastian kapan ia akan kembali, keluarganya berada dalam
kondisi ‘tegang’. Ibunya yang senantiasa memiliki keyakinan bahwa suatu saat
ayah ketiga anaknya akan kembali muncul di depan pintu rumah mereka, tetap
menjalani kehidupan dan merawat putra-putrinya tanpa ada perubahan khusus.
Kecuali Meg yang mampu melihat bagaimana perasaan ibunya saat setiap malam
harus tidur seorang diri di tempat tidur yang tampak terlalu besar bagi
dirinya.
Jika si kembar Sandy dan Dennys
– adik kembarnya yang berusia 10 tahun, mampu menjalani kehidupan mereka
dengann ceria, Meg tidak bisa mengenyahkan mimpi-mimpi buruk yang membayangi
benaknya, bahkan di saat ia terjaga sekalipun. Antara mengkhawatirkan kondisi
sang ibu dan dirinya, Meg paling sering memikirkan tentang Charles Wallace,
adiknya yang akhir-akhir ini sering mengalami gangguan dari teman-teman
sekolahnya. Charles Wallace secara fisik berbeda dengan si kembar yang periang,
supel dan aktif secara fisik. Ia bertubuh kecil dan kurus, dengan kacamata yang
membuat wajahnya selalu serius. Tiada yang mengamati, kecuali Meg bahwa Charles
adalah bocah yang sangat cerdas, bahkan bisa dikatakan jenius. Secara ajaib
Charles juga tampaknya memiliki kepekaan tinggi hingga seringkali ia seakan
bisa ‘membaca-pikiran’ orang lain, terutama mereka yang cukup dekat dengannya.
Dan pada malam yang cukup aneh
itu, bukan hanya Meg yang terbangun dan turun ke dapur, karena disana sudah ada
Charles Wallace ditemani Fortinbras –anjing mereka, keturunan campuran yang
unik. Charles sudah mengetahui bahwa Meg akan datang untuk bersama-sama bertemu
dengan sosok tamu aneh yang segera muncul di tengah badai dan menyusup dalam
kediaman mereka. Dan di sinilah Meg pertama kali bertemu dengan Mrs. Whatsit,
yang tinggal di rumah kosong berhantu bersama dua orang temannya, Mrs. Who dan Mrs.
Which. Tiga orang wanita yang aneh dan memiliki ketertarikan terhadap diri Meg
maupun Charles Wallace. Ketika sebuah rencana dilaksanakan, termasuk menarik
perhatian ibu Meg tentang topik ‘tesseract’ – yang memicu pada rahasia
menghilangnya Mr. Murry saat menunaikan tugasnya.
Semula kisah ini kuanggap
sebagai salah satu kisah fantasi dengan tokoh anak-anak yang tentu saja
berisikan petualangan yang menarik dan seru. Selain itu didorong keingin-tahuan
karena buku ini termasuk dalam daftar Newbery Award, akhirnya setelah sekian
lama tersimpan dalam timbunan, baru kali ini diriku sempat membacanya. Di luar
dugaan, kisah ini tidak ‘terlalu-mudah’ untuk langsung dicerna. Memadukan unsur
sains (sci-fi) serta mitologi ditambah dengan pesan-pesan moral yang tersirat
dalam rangkaian dialog maupun pola-pola pemikiran pada masing-masing
karakternya, menjadikan kisah ini sebuah karya luar biasa, melambungkan imajinasi
pembaca dalam menafsirkan apa arti dari kisah-kisah tersebut.
Petualangan 3 orang anak yang
masing-masing bergulat dengan kecemasan serta ketakutan dalam diri mereka,
kemudian dihadapkan pada permasalahan yang lebih besar, menyangkut keselamatan
jiwa orang-orang yang mereka sayangi. Meg yang selalu ingin tampil di depan
sebagai pemimpin, ternyata menyimpan rasa ‘minder’ yang cukup besar, ditambah
dengan kesepian yang senantiasa melanda hatinya, hingga luka-luka yang
disebabkan oleh ‘deraan’ anak-anak di sekolahnya. Charles Wallace yang berusaha
selalu dilindungi oleh Meg, ternyata menyimpan kekuatan besar dalam dirinya,
rasa kepercayaan diri yang terlalu besar dan karena selalu mementingkan logika,
suatu saat ia mengalami ‘kejatuhan’ akibat kesombongan dari kemampuannya.
Kemudian ada Calvin O’Keefe –
pemuda populer dan atlet basket yang disukai banyak pihak, ternyata juga
menyimpan ketidak-percayaan diri serta kekecewaan besar jika menyangkut perihal
keluarganya. Sampai ia bertemu dengan Meg dan Charles Wallace, dan belajar tentang
rasa bersyukur alih-alih selalu mencari kesalahan pihak lain. Karakter-karakter
lainnya yang tak kalah penting sekaligus mengusik rasa penasaran adalah tri0
wanita unik : Mrs. Whatsit, Mrs. Who dan Mrs. Which, yang tentunya sedikit
banyak bisa diduga apa peranan mereka berdasarkan ‘julukan’ mereka
masing-masing. Ada pula Sang Medium Bahagia yang terpaksa melihat ‘kehancuran’
dunia akibat perlakuan semena-mena makhluk-makhluk yang egois, dan Bibi Beast
yang sama sekali bukan ‘monster’ jahat seperti namanya.
Penulis mengangkat tema-tema
menarik seputar ‘bullying’ yang terjadi pada anak-anak juga kaum dewasa. Pada
dasarnya, oknum-oknum yang gemar mengganggu hingga kerap melakukan ‘bullying’
karena mereka melihat sesuatu yang ‘berbeda’ pada korban-korbannya. Entah
karena mereka lebih pintar, lebih cerdas, lebih lamban, lebih kuat, lebih
kurus, lebih gemuk, lebih tinggi, lebih kaya, lebih miskin ...semua alasan yang
seharusnya tidak perlu dibahas, karean setiap individu memiliki keunikan
masing-masing. Menyimak perjalanan kisah ini hingga terbit pada tahun 1962,
karya ini berkali-kali ditolak oleh semua penerbit karena mengangkat tema ‘tirani’
– dimana oknum / suatu pemerintahan berusaha ‘menyamaratakan’ setiap manusia
agar setara dan seragam baik perilaku maupun pikiran, melalui propaganda dan
doktrinasi.
Masa-masa masuknya paham
Komunisme di kalangan Eropa hingga Amerika dan Asia, mengusik ketenangan dan
prinsip kebebasan sebagai hak pribadi manusia semenjak dilahirkan. Adegan ‘pertarungan’
antara Charles Wallace dengan musuh utama, yang berusaha meng-infiltrasi benak
bocah yang mampu membaca dan mempengaruhi pikiran, serta adu kekuatan logika
serta pertentangan hati nurani yang terjadi dalam diri Meg saat berusaha
menyelamatkan adik serta ayahnya, sungguh bagaikan melihat adegan Star Wars
saat Darth Vader berhadapan langsung dengan sosok ‘putra-nya’. Sebagai bacaan
anak-anak, mungkin hanya sisi petualangan serta fantasi yang bisa mereka serap,
namun bagi pembaca remaja dan dewasa, karya ini ditulis untuk membuka wawasan
serta pemikiran bahwa ‘kesetaraan’ tidak bisa diterapkan dengan membelenggu
kebebasan individu yang berbeda-beda. Bagaimanapun Tuhan sendiri menciptakan
setiap makhluk hidup terutama manusia di dunia ini dengan perbedaan
masing-masing, sehingga tak ada satupun yang SAMA PERSIS (meski kembar siam
sekalipun).
“Sebuah soneta adalah bentuk yang ketat tapi ada kebebasan penuh di dalamnya untuk mengungkapkan apa yang diinginkan oleh sang penyair. Demikian pula dengan makhluk hidup. Kita diberi sebuah bentujk, tapi kita harus menuliskan soneta kita sendiri. Yang akan kau-ungkapkan benar-benar terserah pada dirimu sendiri.” [ ~ from A Wrinkle In Time by Madeleine L’Engle | p. 251 ]
~ Mrs. Whatsit - Who - Which ~ [ source ] |
This Post are include in Newbery Award Reading Challenge
Best Regards,
* Hobby Buku *
buku ini masih di timbunan, baru ngintip halaman pertama udah ada istilah-istilah asing bagi saya, hehe... Iya baru diterjemahkan buku pertamanya, dan kok kayaknya gak lanjut...
ReplyDeleteabis baca review ini... langsung nyesel guling2 ngasih buku ini ke temen buat tukeran kado! T___T Padahal akunya belom baca sama sekali, soalnya waktu itu aku menganggap buku ini tipis dan anak-anak banget. Nothing special.
ReplyDeleteAhhhh ternyata aku sotoy dan salah besar!
Beberapa hal yang dijabarkan di review ini memang hal2 yang kusuka banget untuk kueksplor dengan membaca. Seperti bullying, mencari jati diri, tentang perbedaan. Kayaknya ini buku komplit banget, moralnya dapet, sainsnya dapet, fantasinya dapet. Dan pake mitologi pula. Trus yang bikin paling ngiler... termasuk yang meraih Newberry Award. Aku suka bacaan2 dari Newberry, keren keren!
Sekali lagi, gara2 baca review ini, aku nyesek+nyesel gak sempet baca buku ini terlebih dahulu sebelum dikadoin ke temen T.T